Jokowi Akan Kunjungi Afrika Selatan, Indonesia Gabung BRICS?
Presiden Joko Widodo direncanakan untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT BRICS pada 22-24 Agustus 2023 di Afrika Selatan. Bersamaan kunjungan Presiden, beredar wacana bahwa Indonesia akan masuk ke dalam kelompok ekonomi negara berkembang tersebut
Sebagai informasi, BRICS terdiri dari Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afsel. Total perekonomian dari negara anggota BRICS mendekati 25% dari produk domestik bruto global dan lebih dari 40% populasi dunia.
"Nanti diputuskan (keputusan bergabung BRICS)," saat Jokowi ditanya awak media di Indonesia Arena, Jakarta, Senin (7/8).
Sedangkan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi membenarkan bahwa Jokowi akan mengunjungi Afrika Selatan dalam waktu dekat. Namun Retno tidak memastikan lebih lanjut terkait jadwal keberangkatan maupun misi yang dibawa Kepala Negara ke negara tersebut.
Retno mengatakan jadwal keberangkatan Jokowi ke Afrika Selatan baru dapat diumumkan ketika semua persiapan telah matang. Menurutnya, pemerintah saat ini masih melakukan koordinasi terkait kunjungan tersebut.
"Saya belum bisa menyampaikan rencana kunjungan karena komunikasi dan koordinasi sedang dilakukan," kata Retno di Istana Kepresidenan, Senin (7/8).
Seperti diketahui, salah satu isu pembahasan dalam KTT BRICS adalah rencana penerbitan alat pembayaran baru. Alat pembayaran itu akan dirilis dalam pertemuan akbar kelima negara itu di Afrika Selatan pada akhir Agustus 2023.
Total pendapatan domestik bruto (PDB) dari kelima negara BRICS mencapai US$ 22,5 triliun. Angka tersebut melampaui PDB kelompok negara G7 yang tercatat sebesar US$21,4 triliun.
Pada 2 Juni 2023, Retno telah menghadiri pertemuan virtual yang diselenggarakan negara-negara BRICS. Pertemuan tersebut merupakan rangkaian acara menuju KTT BRICS di Johannesburg, Afrika Selatan. Dalam KTT itu, ada 14 negara lain yang diundang untuk menghadiri, termasuk Indonesia.
Pada 2022, BRICS memberikan sinyal perluasan keanggotaan. Perluasan keanggotaan ini dilakukan untuk membuat BRICS menjadi lebih inklusif, bukan untuk menandingi kekuatan kelompok-kelompok negara yang sudah ada seperti G7.