Pemerintah tengah menggarap beberapa regulasi yang mengatur sektor energi dan sumber daya mineral atau ESDM, mencakup revisi aturan hingga rumusan undang-undang baru. Beberapa regulasi mengalami kendala sehingga penyelesaiannya mundur dari jadwal sebelumnya. Berikut daftarnya:
RUU EBT
Pemerintah berencana membuat Rancangan Undang-undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT). Rancangan ini semula ditargetkan dapat disahkan pada November 2022, tetapi belum juga rampung hingga 2023.
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto, mengatakan pembahasan RUU EBT terkendala akibat sikap pemerintah yang lambat dalam menyediakan materi Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). "Dokumen dan bahan yang diminta anggota panja DPR kepada pihak pemerintah belum lengkap dan terperinci sehingga menjadi tertunda.," ujarnya saat dihubungi Katadata.co.id, Selasa (31/10).
Selain penyediaan materi DIM, Mulyanto mengakui bahwa pembahasan RUU EBT juga terkendala banyaknya anggota panja yang fokus pada persiapan pemilu. “Di tahun politik memang fokus dan konsentrasi anggota panja lebih kepada persiapan pemilu," kata Mulyanto.
Mulyanto mengatakan, salah satu poin yang belum mencapai titik tengah yaitu terkait fleksibilitas Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia.
“Kami minta soal TKDN ini jangan dibuat fleksibel, karena akan membuat ketergantungan kepada impor semakin tinggi,” ujar Mulyanto.
Namun demikian, ia mengatakan, DPR dan pemerintah sudah sepakat agar RUU EBET ini satu kesatuan antara pengembangan energi terbarukan dengan energi baru, khususnya nuklir. Menurut dia, peran PLTU batu bara sulit digantikan pembangkit EBT lain kecuali nuklir.
Revisi UU Migas
RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) juga masih dalam proses pembahasan Pemerintah.
Sejumlah pihak sudah mendesak agar aturan yang sudah diajukan sejak 17 Desember 2019 itu dikebut penyelesaiannya. Meski begitu, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan RUU Migas ini akan dirampungkan pada tahun ini. Molornya pembahasan RUU Migas ini disebabkan oleh penyelesaian RUU EBT.
“Kami serius soal revisi UU Migas, tapi tahun ini kami bereskan dulu RUU EBT,” ujarnya saat ditemui di Kementerian ESDM pada Jumat (10/11).
Berdasarkan informasi pada laman DPR RI, revisi UU Migas terdaftar dalam Program Legislasi Nasional alias Prolegnas 2020-2024. Wakil Ketua Komisi VII DPR Bambang Haryadi sebelumnya, mengatakan Komisi Energi DPR terus berupaya untuk mengakselerasi pembahasan revisi UU Migas dan ditargetkan dapat dibahas sebelum pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
“Revisi UU Migas bisa dibahas sebelum Pilpres, semoga tahun ini bisa dibahas karena masih ada RUU EBET,“ kata Bambang beberapa waktu lalu, Senin (28/8).
Bambang menyebut, revisi UU Migas ditujukan untuk menertibkan regulasi yang kurang berpihak kepada penguatan industri migas domestik. Menurutnya, regulasi yang mengatur sektor hulu dan hilir migas masih banyak tumpah tindih, sehingga menyebabkan ketidakpastian investasi.
Kebijakan Energi Nasional (KEN)
Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) masih dalam proses pembahasan bersama DPR RI. Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (Sekjen DEN) Djoko Siswanto optimistis bahwa penyelesaian RPP KEN akan rampung secepatnya di tahun 2024.
"Bapak Menteri ESDM sudah kirim surat ke Kementerian Hukum dan HAM untuk mengharmonisasi RPP KEN Ini. Kami sedang menunggu undangannya,” kata Djoko dalam siaran pers yang dikutip pada Jumat (22/12).
Djoko menyebut RPP KEN ini juga akan ditindaklanjuti dengan rapat kerja DPR bersama pemerintah serta Panja Komisi VII DPR RI. “Setelah itu persetujuan DPR RI ke presiden kemudian Sidang paripurna DEN yang dipimpin bapak presiden untuk menetapkan RPP KEN," ujarnya.
Djoko menyampaikan, RPP tersebut perlu diselesaikan sesegera mungkin agar dapat dijadikan acuan dalam pengelolaan energi nasional untuk mewujudkan kemandirian dan ketahanan energi nasional. Jika mengacu pada roadmap, penyelesaian revisi PP KEN dimulai pada 2022 hingga 2024.
Dia menjelaskan RPP KEN merupakan pembaharuan dari PP Nomor 79 tahun 2014 tentang KEN. Perubahan ini dikarenakan terdapat banyak penyesuaian-penyesuaian yang belum tercantum ke dalam PP tersebut.
Perpres Nomor 191 Tahun 2014
Pemerintah menyiapkan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM). Aturan ini yang menjadi regulasi acuan penyaluran BBM bersubsidi, Pertalite dan Solar agar lebih tepat sasaran.
Dalam revisi tersebut, pemerintah akan mengatur detail kriteria kendaraan yang dapat mengisi Pertalite. Pemerintah juga berencana membuat perbedaan harga Pertalite sesuai dengan jenis kendaraannya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, revisi Perpres ini masih berjalan. Kementerian ESDM siap melaksanakan revisi tersebut tahun ini, tapi masih menunggu pertemuan dengan pemangku kebijakan lain.
“Kami sudah siap hanya belum bertemu waktunya. Belum bertemu bertiga, Kementerian Keuangan, BUMN, dan Kementerian ESDM,” kata Menteri ESDM Arifin Tasrif saat ditemui Katadata.co.id di Kementerian ESDM pada Jumat (20/10).
Dia menjelaskan, dalam skema revisi Perpres ini sudah dipetakan pembeli Pertalite berdasarkan jenis kendaraannya. Menurut dia, pembeli memang seharusnya memilih BBM yang sesuai agar dapat mengurangi angka emisi. Pengelompokan kendaraan ini bertujuan untuk menghindari konsumen BBM bersubsidi yang tidak tepat sasaran.
“Itu kan sebetulnya sudah disiapkan dulu mana saja kendaraan yang memang berhak, untuk jenis kendaraan seperti apa yang berhak,” jelasnya.
Kepala BPH Migas Erika Retnowati sebelumnya mengatakan, pemerintah masih menimbang dampak kebijakan pembatasan Pertalite terhadap daya beli masyarakat dan inflasi.
“Pemerintah masih berupaya untuk mempertahankan tingkat inflasi karena memang apabila itu diterapkan tentunya ada sebagian masyarakat yang harus membeli lebih mahal. Itu akan berakibat pada kenaikan tingkat inflasi,“ ujarnya dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Selasa (10/10).
Pemerintah melalui Pertamina berencana untuk melaksanakan seleksi konsumen bagi calon pengguna Pertalite dengan merampungkan pembahasan revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM.
Penyusunan revisi Perpres 191 sudah melewati pembahasan dari banyak pemangku kepentingan, termasuk dari Korps Lalu Lintas Polri untuk memperoleh data identitas kendaraan sekaligus NIK pemilik.
Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021
Pemerintah masih menyelesaikan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 untuk memberi perpanjangan izin pertambangan khusus (IUPK) kepada PT Freeport Indonesia (PTFI) hingga 2061. “Sekarang sedang proses revisi. Sebentar lagi, mudah-mudahan selesai,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana di kantornya, Jakarta, Jumat (15/12).
Kementerian ESDM mengatakan, perubahan aturan ini tidak hanya diperuntukkan bagi Freeport atau satu perusahaan saja, tetapi juga untuk perusahaan yang memiliki kategori yang sama.
Dadan juga turut menanggapi perihal kemungkinan perpanjangan IUPK PTFI dapat dipercepat dari ketentuan sebelumnya. “Nanti kita lihat keluarnya seperti apa revisi PP tersebut. Pak Presiden (Joko Widodo) juga sudah bicara,” ujarnya.
Revisi PP tersebut menitikberatkan pada Pasal 109 yang mengatur perpanjangan izin paling cepat diajukan lima tahun sebelum izin tersebut berakhir dan paling lama satu tahun sebelum izin tersebut berakhir.
Mengacu pada regulasi tersebut, perpanjangan izin operasi baru Freeport seharusnya baru dapat dilakukan pada 2026. Hitung-hitungan ini mengacu kepada status Freeport yang masih memiliki izin pertambangan hingga 2041 setelah mendapat perpanjangan izin selama 2 x 10 tahun, dengan tahap pertama sampai 2031.
Jokowi juga telah bertemu dengan Direktur Utama Freeport McMoRan, Richard Adkerson di Hotel Waldorf Astoria, Washington DC, Amerika Serikat pada 13 November lalu.
Dalam pertemuan tersebut, Jokowi menyambut baik pembahasan mengenai penambahan porsi saham pemerintah di Freeport Indonesia hingga perpanjangan izin tambang yang telah mencapai tahap akhir.
Berdasarkan keterangan Menteri ESDM Arifin Tasrif, proses revisi PP tersebut masih berada di tingkat kementerian. “Masih harmonisasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia,” kata Arifin pada Jumat (8/12).