Komite HAM PBB Pertanyakan Netralitas Jokowi di Pilpres 2024

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/nym.
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin (kanan) dan Mensesneg Pratikno (kiri) memberikan keterangan pers sebelum berangkat ke Australia dalam rangka menghadiri KTT ASEAN-Australia di Base Ops Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin (4/3/2024). Dalam KTT tersebut Indonesia akan mendorong kerja sama dan penguatan integrasi ekonomi, terkait transisi energi dan transformasi digital, kemajuan paradigma kolaborasi dan penghormatan hukum internasional secara konsisten yang termasuk d
16/3/2024, 20.31 WIB

Anggota Komite HAM PBB (CCPR) Bacre Waly Ndiaye menjadi sorotan usai mempertanyakan netralitas Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas pencalonan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres 2024.

Hal ini disampaikan Ndiaye dalam Sidang Komite HAM PBB di Jenewa, Swiss pada Selasa (12/3) lalu. Sidang komite HAM ini turut dihadiri perwakilan negara anggota CCPR, termasuk Indonesia.

Dalam sesi tanya jawab, Ndiaye melontarkan sejumlah pertanyaan terkait jaminan hak politik untuk warga negara Indonesia dalam Pemilu 2024. Salah satunya menyinggung putusan Mahkamah Konstitusi terkait perubahan syarat usia capres-cawapres.

"Pada Februari 2024, Indonesia menggelar Pilpres. Kampanye digelar setelah putusan di menit akhir, namun mengubah syarat pencalonan dan memperbolehkan anak presiden ikut serta dalam pencalonan," kata Ndiaye pada pertemuan tersebut dikutip Sabtu (16/3).

"Langkah apa yang dilakukan untuk memastikan pejabat-pejabat tinggi negara, termasuk presiden agar tidak terlalu memengaruhi proses Pemilu? Apakah pemerintah sudah menyelidiki atas dugaan intervensi Pemilu?" tanya dia.

Namun perwakilan Indonesia yang dipimpin oleh Dirjen Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Tri Tharyat tidak menjawab pertanyaan Ndiaye terkait masalah netralitas Jokowi pada Pemilu 2024.

Tri justru menjawab terkait tingkat keikusertaan masyarakat Indonesia dalam Pemilu 2024 yang meningkat dibandingkan tahun 2019. Dan menyebut pemilihan umum di Indonesia merupakan yang terbesar di dunia.

Perjalanan Karir Bacre Waly Ndiaye di Lembaga Internasional

Ndiaye memiliki rekam jejak panjang di lembaga internasional. Saat ini, ia menjadi Anggota Komite CCPR yang merupakan badan berisi para ahli independen yang memantau implementasi perjanjian internasional terkait hak sipil dan politik.

Sebelum itu, Ndiaye pernah menduduki posisi strategis di Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (OHCHR) sejak tahun 1998 hingga 2006.

Berdasarkan situs resmi OHCHR, dia pernah menjabat sebagai Direktur Divisi Hak Asasi Manusia dan Perjanjian OHCHR, serta direktur divisi Dewan Hak Asasi Manusia dan Prosedur Khusus OHCHR.

Tak hanya di bidang HAM, Ndiaye juga punya keahlian di bidang riset. Lelaki asal Senegal Afrika Barat ini pernah menjadi Direktur Divisi Penelitian dan Hak atas Pembangunan di kantor pusat OHCHR di Jenewa dari 2006 hingga 2014.

Sementara pada 2006, Ndiaye diangkat sebagai Wakil Perwakilan Khusus PBB di Republik Demokratik Kongo dengan pangkat Asisten Sekretaris Jenderal. Sebelum itu, dia pernah menjabat sebagai Pelapor Khusus PBB untuk eksekusi di luar hukum dan adanya kesewenang-wenangan.

Pada 1992, Ndiaye berpartisipasi dalam misi ke negara Yugoslavia, ikut Komisi Internasional untuk Investigasi Kejahatan Perang dan Kejahatan Terhadap Kemanusiaan, Rwanda 1993-1994, dan Kolombia serta Papua Nugini pada 1995.

Pada tahun 1995, Ndiaye diangkat menjadi salah satu komisaris Komisi Kebenaran dan Keadilan di Haiti. Sebelum bergabung dengan PBB, Ndiaye bekerja untuk Amnesty International sebagai komite eksekutif dan wakil ketua pada 1985-1991.

Tak hanya itu, di juga pernah mendapat tanggung jawab sebagai Koordinator Timur Tengah dan Koordinator Penelitian dan Kampanye yang mengawasi perilisan laporan tahunan amnesty pada 1987-1989.

Bahkan ia pernah menjadi anggota Dewan Pengacara Senegal dan menjabat sebagai Sekretaris Jenderal (1983-1991) dan presiden komisi praktik etika profesional pada awal karirnya. 

Reporter: Ferrika Lukmana Sari