Panda Nababan Ungkap Potensi Rekonsiliasi Megawati dan Jokowi

Katadata
Panda Nababan dalam podcast Gultik Katadata.co.id
Penulis: Andi M. Arief
24/5/2024, 06.15 WIB

Politikus Senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Panda Nababan mengatakan masih ada potensi rekonsiliasi antara Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Pendapat itu menurut Panda didasarkan pada situasi yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir. 

Dalam pandangan Panda sejauh ini tidak ada faktor yang benar-benar bertentangan di antara Megawati dan Jokowi. “Antara mereka berdua gak ada yang antagonis,” ujar Panda seperti dikutip dari Podcast Gultik Katadata, Jumat (24/5). 

Menurut Panda potensi rekonsiliasi antara Megawati dan Jokowi dimungkinkan terjadi mengingat pengalaman usai pilpres 2004 saat hubungan Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono merenggang. Saat itu SBY yang sebelumnya merupakan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) pada zaman Megawati menjadi presiden maju sebagai capres dan menang. 

Setelah kemenangan SBY, Megawati menurut Panda sempat mengirim dia untuk berbicara dengan pendiri Partai Demokrat itu. Ia mendapat tugas mengajukan lima pertanyaan kepada SBY sebagai pertanda apakah selanjutnya pertemuan antara Mega dan SBY bisa dilakukan. 

“Dikirim saya ke istana. ‘Panda catat dulu 5 pertanyaan ini, kalau dia biasa jawab, aku ketemu’,” ujar Panda menirukan pernyataan Mega saat itu. 

Menurut Panda setelah sekitar 2 jam berbincang dengan SBY tak ada satupun dari lima pernyataan yang diinginkan Megawati dijawab oleh SBY. Padahal menurut Panda saat itu Mega menunggu hasil dari pertemuan itu. 

“Coba kalau waktu itu dijawab SBY, selesai. Maksudku tidak bisa kita pojokkan kepada Mega, tergantung ininya juga. artinya dengan Mega mengirim aku ada keinginan dia (rekonsiliasi),” ujar Panda lagi.  

Adapun lima pertanyaan yang diajukan Megawati saat tu adalah apakah benar SBY pernah mengajukan diri sebagai wakil presiden, kedua apakah SBY pernah membuat suatu kegiatan untuk kepentingan partai di kantornya. Pertanyaan ketiga adalah apakah SBY benar mengatakan bahwa dia disingkirkan dan tidak diundang dalam rapat sehingga merasa tidak didengar. Sedangkan pertanyaan keempat apakah SBY menilai Megawati sudah tidak dihormati lagi.

Ia tidak menjelaskan pertanyaan kelima. Meski begitu ia mengatakan tak satupun dari lima pertanyaan yang dijawab oleh SBY. Oleh karena itu, Panda menilai Mega tidak bisa dipojokkan dalam hubungan buruknya dengan SBY.

"Artinya dari cara Mega itu ada keinginan untuk bertemu dengan SBY. Kalau hatinya tertutup, buat apa mengirim saya," kata Panda. 

Hubungan Megawati dan SBY di dunia politik Tanah Air mengalami pasang surut. Relasi keduanya mulai merenggang menjelang pemilu 2004. SBY yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan di Kabinet Gotong Royong.

SBY disebut mulai melakukan langkah politik untuk maju sebagai presiden saat menjabat sebagai menteri pada 2001-2004. Pada Pemilu 2004, SBY terpilih sebagai presiden menggantikan Megawati Soekarnoputri.

PDI PERJUANGAN TETAPKAN GANJAR PRANOWO CALON PRESIDEN 2024 (ANTARA FOTO/Monang/mrh/YU)

Peluang Rekonsiliasi dengan Jokowi

Merujuk pengalaman pada 2004, Panda mengatakan potensi membaiknya hubungan Megawati dan Jokowi bisa saja terjadi. Ia menilai dinamika politik masih sangat cair. Meski begitu, ia mengakui hingga saat ini belum ada arah pembicaraan di internal PDIP soal rekonsiliasi. 

“Sejauh ini belum ada pembicaraan pertemuan antara Megawati dan Jokowi dalam waktu dekat," ujar Panda. 

Jokowi merupakan Presiden RI yang terpilih pada pemilu 2014 dan 2019. Pada kedua pemilu ia mendapat dukungan penuh dari PDIP. Namun, pada pemilu 2024 pilihan Jokowi berbeda arah dengan Megawati. 

PDIP mendukung Ganjar Pranowo di pilpres. Sedangkan Jokowi ditengarai mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden. Prabowo berpasangan dengan putra pertama Jokowi Gibran Rakabuming Raka yang saat itu juga merupakan kader PDIP. 

Usai keluarnya putusan hasil sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi pada 22 April 2024, PDIP mengumumkan Jokowi dan Gibran bukan lagi kader partai. Ketua Bidang Kehormatan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP Komarudin Watubun pada Senin (22/4) menyebut ayah dari Gibran tersebut telah terang-terangan berada di kubu beda dengan PDIP.  "(Jokowi) Sudah di (kubu) sebelah sana, bagaimana mau dibilang bagian masih dari PDI Perjuangan, yang benar saja," kata Komarudin. 

Panda pun membenarkan bahwa Jokowi maupun Gibran kini bukan lagi kader PDIP. Jokowi menurut Panda sudah jelas-jelas memiliki pilihan yang berbeda dengan partai.

Reporter: Andi M. Arief