Pengembangan mobil listrik dinilai tidak terlalu berdampak besar terhadap konsumsi minyak. Bahkan mengacu hasil kajian perusahaan minyak dan gas bumi (migas) asal Inggris, British Petroleum (BP), konsumsi minyak masih tetap tinggi meski di seluruh dunia menggunakan mobil listrik.
BP Group Chief Economist Spencer Dale mengatakan secara global, konsumsi minyak mencapai 95 juta barel per hari (bph). Dari jumlah tersebut hanya sekitar 20 juta barel per hari yang digunakan sebagai bahan bakar untuk mobil.
(Baca: Kementerian ESDM: Cina Berminat Kembangkan Mobil Listrik di Bali)
Jadi, apabila semua mobil berbahan bakar minyak beralih ke listrik, hanya ada pengurangan 21%. “Konsumsi minyak masih akan tersisa 75 juta barel," kata Spencer dalam paparannya di Jakarta, Kamis (14/9).
Di sisi lain, saat ini penggunaan mobil listrik masih belum masif. Dari 1 miliar unit mobil di dunia saat ini, yang berbahan listrik hanya 2 juta unit.
Spencer mengatakan setidaknya ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan mobil berbasis listrik. Pertama, teknologi yang handal. Kedua, pengembangan mobil listrik butuh dukungan dari pemerintah, sebab perlu ada insentif agar industri tertarik mengembangkannya.
Ketiga, faktor sosial terkait kemampuan masyarakat untuk membeli mobil listrik. Apalagi mobil merupakan salah satu kendaraan yang saat ini hanya bisa dibeli masyarakat dengan tingkat ekonomi ke atas, terutama untuk mobil dengan keluaran terbaru.
(Baca: Jonan Usul ke Jokowi Larang Penjualan Mobil BBM di 2040)
"Beberapa orang akan membeli mobil listrik meski harganya lebih mahal mungkin karena mereka peduli terhadap lingkungan atau menyukai teknologi baru. Namun bagi yang lain, membeli mobil adalah investasi setelah rumah," kata dia.
Di sisi lain, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah setuju 20 persen produksi kendaraan roda empat pada tahun 2025 wajib bertenaga listrik. Hal ini dikatakan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto usai menghadap Jokowi pada Rabu, (30/8).
Airlangga mengungkapkan secara khusus dirinya dipanggil oleh Presiden untuk membahas peta jalan (road map) mobil listrik yang sedang disusun pemerintah. Dalam pembicaraan, Jokowi sempat menanyakan waktu ideal untuk segera mengembangkan mobil listrik secara massal.
Menurut Airlangga, paling tidak pada 2025 mendatang, pabrikan mobil wajib menyediakan fasilitas produksi untuk mobil tipe hybrid, plug in hybrid, hingga menggunakan listrik secara penuh. Selain itu Kementerian Perindustrian sedang menyiapkan insentif bagi industri untuk mengembangkan kendaraan listrik.
(Baca: Gaikindo Usul Mobil Listrik Bebas Pajak Penghasilan 15 Tahun)
Saat ini pemerintah masih mengenakan bea masuk sebesar 50% untuk impor kendaraan berbasis listrik. Nantinya apabila produsen otomotif sudah bisa membangun pabrik mobil listrik di dalam negeri, pemerintah akan menerapkan bea masuk yang rendah untuk impor komponennya.