Pandemi corona berdampak beragam terhadap perusahaan dalam negeri. Berbagai strategi dilakukan, mulai dari efisiensi, menunda ekspansi hingga menekan biaya iklan dan promosi.
Bank DBS mewawancarai 10 perusahaan di bidang bahan pokok konsumsi, peternakan, makanan minuman, retail, grosir guna mengetahui dampak Covid-19 terhadap bisnis dan operasional. Wawancara juga dimaksudkan untuk mengetahui apakah pandemi turut mengubah strategi bisnis perseroan.
Hasilnya, hampir semua perusahaan menyatakan penjualannya terpengaruh pandemi corona dan 20% perusahaan memperkirakan pendapatannya lebih rendah dari target.
Pandemi corona juga mewajibkan perusahaan mengendalikan biaya operasional. Sekitar 40% perusahaan yang disurvei menyebut tidak mengubah struktur biaya yang sudah dianggarkan tahun ini.
Sedangkan 30% perusahaan memproyeksikan biaya operasionalnya menurun terdorong oleh efisiensi dan produktivitas serta penurunan biaya bahan baku. Efisiensi biaya operasional juga berasal dari pemotongan gaji atau tidak diperpanjangnya kontrak staf.
Penurunan biaya sewa dari pemilik tempat usaha hingga penurunan biaya dinas luar kota turut memberi andil terhadap menurunnya biaya operasional.
Sementara itu, 30% perusahaan memperkirakan mengalami kenaikan biaya akibat depresiasi rupiah serta beban tambahan selama Covid-19. "Biaya ini antara lain untuk penyediaan sanitasi, desinfeksi, peningkatan pembersihan, dan pengadaan tes untuk staf," tulis survei DBS dikutip Kamis (8/10).
Berikutnya, kenaikan biaya akibat kekurangan pasokan untuk beberapa bahan dan kenaikan biaya komisi untuk platform online pihak ketiga.
Untuk biaya iklan dan promosi (advertising & pomotion), 70% perusahaan menyatakan menghabiskan bujet lebih sedikit dari yang dana dianggarkan. Alasannya, karena penurunan daya beli konsumen dan tarif iklan televisi.
Lalu berkurangnya aktivitas promosi dan pemangkasan biaya yang tidak perlu untuk mempertahankan bisnis, "Sebagian besar perusahaan saat ini beralih ke pemasaran online atau digital seperti media sosial," tulis DBS.
Beberapa perusahaan bahkan agresif memberikan diskon sebagai strategi pemasaran untuk mendorong penjualan selama periode pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Tunda Ekspansi
Perubahan lain yang dilakukan perusahaan selama pandemi ialah menjadi lebih berhati-hati dalam menyerap anggaran belanja modal (capex) untuk kegiatan ekspansi.
Pada awal tahun, 70% perusahaan yang diwawancarai menyatakan rencananya menghabiskan capex tahun ini seperti tahun sebelumnya, untuk perluasan gerai, menambah kapasitas, membeli aset tetap dan membangun pabrik. Di masa pandemi, hanya 20% responden yang menjawab tetap pada rencana semula.
"80% dari mereka memperkirakan menggunakan capex lebih sedikit. belanja modal. Mereka memangkas dan menggunakan belanja modal hanya untuk pemeliharaan rutin atau hal bersifat penting untuk menjaga arus kas tetap sehat selama pandemi," bunyi riset DBS.
Perusahaan akan tetap menyelesaikan proyek yang telah dimulai, namun berhati-hati untuk proyek baru yang belum dimulai. Untuk rencana perluasan toko, perusahaan telah menunda sebagian besar kontrak baru dan lebih selektif dalam memilih lokasi.
Ini terkait dengan ketidakpastian yang tinggi serta prospek usaha di masa pemulihan ekonomi.
Prinsip kehati-hatian dalam menggunakan belanja modal sebelumnya tercermin dalam strategi PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dan anak usaha.
Indofood menganggarkan belanja modal Rp 8 triliun pada tahun ini. Namun di tengah lesunya perekonomian karena pandemi Covid-19, penyerapan anggaran investasi tersebut baru 24% per semester I 2020.
Dari total capex, anak usaha perusahaan yakni PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) mendapat anggaran senilai Rp 4,7 triliun. Namun, sama seperti induknya, produsen Indomie ini pun baru menyerap 16% belanja modal.
Perusahaan mengklaim, pelemahan ekonomi dan pandemi corona tak berpengaruh signifikan keperusahaan. Sepanjang semester I 2020, Indofood membukukan laba bersih Rp 2,84 triliun atau tumbuh 11,68% dibanding periode sama tahun lalu.
Sedangkan penjualan neto perseroan nipis 2,01% dibanding tahun sebelumnya Rp 39,38 triliun.
"Dampak pandemi ini tidak menunjukkan dampak signifikan, perusahaan akan selalu menunggu ketersediaan barang di pasar dengan mutu yang baik," kata Direktur Indofood Taufik Wiraatmadja dalam paparan publik, pertengahan September 2020.
Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi) mencatat, sektor makanan minuman ikut terpukul akibat pandemi. PSBB di beberapa kota seperti Jakarta, telah menyebabkan hotel, restoran dan catering beroperasi terbatas.
Ditambah adanya pelemahan daya beli, sebagaimana yang terjadi pada Lebaran 2020. Alhasil Gapmmi memperkirakan pertumbuhan industri makanan minuman hanya sekitar 2-3%.
Capaian ini masih jauh di bawah pertumbuhan tahun lalu sekitar 7,95%. Adhi berharap pertumbuhan industri tahun depan bakal lebih baik, ditopang harapan pertumbuhan ekonomi, penemuan vaksin virus corona, dan perbaikan daya beli.