Bank Indonesia (BI) mencatat, persentase penggunaan uang elektronik untuk bertransaksi di e-commerce mencapai 42% per kuartal III atau selama pandemi corona. Nilai transaksinya sekitar Rp 29,4 triliun dari total Rp 70 triliun.
Padahal, porsinya hanya 11% pada 2017. "Transformasi penggunaan alat pembayaran digital berlanjut, termasuk untuk e-commerce," kata Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti dalam acara virtual Pekan Fintech Nasional 2020, Rabu (25/11).
Sedangkan nilai transaksi di e-commerce mencapai Rp 70 triliun pada kuartal III. Nilainya melonjak dibandingkan periode sama tahun lalu (year on year/yoy) Rp 60 triliun.
Secara bulanan, nilainya Rp 17,23 triliun pada Agustus atau naik 33,8% yoy. "Ini sejalan dengan kesadaran masyarakat dan perubahan perilaku penggunaan e-commerce saat adanya pembatasan aktivitas di luar rumah," kata dia.
Pada April, Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) mencatat bahwa volume transaksi uang elektronik mencapai 412,1 juta kali. Lalu menurun menjadi 346,9 juta kali pada Mei dan 253,6 juta di Juni. Meski menurun, jumlahnya melonjak dibandingkan tahun lalu.
Destry optimistis, penggunaan uang elektronik akan berlanjut meskipun pandemi virus corona usai. Oleh karena itu, BI mendorong para penyedia layanan sistem pembayaran uang elektronik memitigasi risiko keamanan.
BI pun telah menyusun cetak biru Sistem Pembayaran Indonesia (SPI) 2025. "Kami berkomitmen untuk mengembangkan keuangan digital, mendorong efisiensi, inklusi keuangan dan memajukan UMKM," kata Destry.
Peningkatan porsi transaksi uang elektronik di e-commerce juga dirasakan pemain teknologi finansial (fintech) pembayaran. OVO misalnya, mencatatkan peningkatan transaksi paling pesat pada layanan e-commerce.
Presiden Direktur OVO Karaniya Dharmasaputra mengatakan, transaksi untuk belanja online naik lebih dari 100%. "E-commerce dan pesan-antar makanan naik pesat. Ini dampak dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)," kata Karaniya saat konferensi pers virtual, Mei lalu (14/5).
CEO PT Fintek Karya Nusantara atau Linkaja, Haryati Lawidjaja juga mengatakan, masifnya adopsi belanja online mendorong pertumbuhan sistem pembayaran. “Dulu banyak yang ragu-ragu karena ribet. Saat pandemi, mau tidak mau, akhirnya harus pakai (dompet digital)," ujarnya dalam Forum Indonesia Industri Outlook bertajuk The Rise Of Contactless Payment, September lalu (4/11).
Pertumbuhan juga dirasakan oleh fintech kategori multifinance, Kredivo. “Platform kami terintegrasi dengan ratusan e-commerce. Ini memudahkan belanja dan mengurangi risiko tatap muka," kata Head of Marketing Kredivo Indina Andamari dalam acara Katadata Forum Virtual Series bertajuk Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Pelaku Ekonomi Digital, Juli lalu (9/7).
(Revisi: Perubahan pada Judul, Paragraf 1 dan 3 pada 26 November, Pukul 0.40 WIB)