Kementerian Perdagangan (Kemendag) memperkirakan, nilai ekonomi digital Indonesia mencapai Rp 5.718 triliun pada 2030. Potensi ini ditopang oleh empat sektor, salah satunya e-commerce.
Kemendag mencatat, e-commerce akan berkontribusi paling besar yakni 34% atau Rp 1.908 triliun. Lalu sektor business to business (B2B) services 13% atau Rp 763 triliun.
Kemudian pariwisata 10% (Rp 575 triliun), corporate services 9% (Rp 529,9 triliun), dan konten digital 9% (Rp 515,3 triliun). Lalu, kesehatan 8% (Rp 471,6 triliun), mobility 7% (Rp 401 triliun), dan housing 4% (204,2 triliun).
Sisanya yakni masing-masing 3% public services (Rp 175 triliun) dan pendidikan (Rp 160,4 triliun).
Operating Partner East Ventures David F Audy mengatakan, e-commerce moncer saat pandemi corona karena banyak orang beralih ke metode belanja online. Kebiasaan ini diprediksi berlanjut, meski adopsinya tidak secepat saat pagebluk Covid-19.
“E-commerce akan menarik gerbong sub-sektor lainnya," katanya dalam Indonesia Data and Economic Conference 2022 (IDE Katadata), Selasa (5/4).
Sektor lain yang potensial yakni kesehatan. Industri ini juga terdorong pandemi Covid-19.
Para pengguna bisa memanfaatkan layanan konsultasi online dengan dokter, menebus resep obat hingga membuat janji dengan dokter maupun rumah sakit hanya lewat satu aplikasi. Selain itu, dapat mengakses berbagai artikel seputar penyakit dan cara menghindarinya.
Sektor berikutnya yang moncer yaitu teknologi finansial (fintech). "Sekarang orang membeli saham, asuransi, atau pinjaman bisa melalui fintech," kata David.
Selanjutnya, sektor logistik, karena mendukung e-commerce.
David menilai, keempat sektor itu akan memimpin pasar ekonomi digital Indonesia. Sebelumnya, Google, Temasek, dan Bain dalam laporan bertajuk e-Conomy SEA 2021 memperkirakan, nilai ekonomi digital Indonesia US$ 70 miliar atau Rp 997 triliun pada 2021.
Kemudian nilainya diprediksi melonjak menjadi US$ 146 miliar atau sekitar Rp 2.080 triliun pada 2025.
Sedangkan Kemendag memperkirakan nilainya hampir Rp 6.000 triliun pada 2030.
Namun, ada sejumlah tantangan dalam meraup potensi ekonomi digital yang besar itu, di antaranya:
1. Pemerataan akses internet
"Ini agar seluruh masyarakat dapat informasi yang berguna untuk mempelajari keahlian baru, berkembang, dan berusaha," kata David.
. Literasi digital
Berdasarkan survei Indeks Literasi Digital Indonesia 2021 yang digagas oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dengan Katadata Insight Center (KIC), mayoritas responden memiliki keterampilan digital yang baik, yakni bisa membedakan jenis-jenis perangkat keras, lunak, maupun aplikasi percakapan.
Namun, kesadaran atas perlindungan data pribadi memang masih rendah. Kenyataannya, banyak responden yang masih membagikan nomor ponsel, tanggal lahir, alamat rumah, maupun informasi keluarga lain.
Masih banyak juga responden yang mengunggah foto bersama anak orang lain dan menandai teman tanpa izin.
NextLevel Leader PwC Indonesia Radju Munusamy mengatakan, perlu regulasi untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut. "Regulasi yang penting untuk memproteksi dan memberikan kemampuan setiap sektor agar tumbuh," katanya.
Salah satu regulasi yang dianggap penting yakni Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi.