Respons Dugaan Kartel, OJK Enggan Mengatur Bunga Pinjaman Fintech

? ??/123rf
Ilustrasi. OJK menyerahkan pengaturan bunga pinjaman fintech ke pasar.
Editor: Yuliawati
4/9/2019, 19.14 WIB

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menanggapi soal dugaan kartel bunga pinjaman di industri teknologi finansial (fintech). Instansi tersebut mengatakan bahwa mereka enggan mengatur bunga pinjaman fintech karena  mengusung prinsip ekonomi yang berbasis mekanisme pasar.

Deputi Komisioner OJK Institute dan Keuangan Digital Sukarela Batunanggar mengatakan, penetapan bunga pinjaman harus sesuai dengan undang-undang dan etika. "Tentunya, industri atau asosiasi harus berkonsultasi kepada kami, berapa (besaran bunga) yang tidak berlebihan dan yang wajar," ujar Sukarela di sela-sela acara Indonesia Fintech Forum 2019 di Auditorium Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (4/9).

(Baca: Diduga Kartel Terkait Bunga Pinjaman, Begini Jawaban Asosiasi Fintech)

Sukarela menjelaskan, selama ini OJK tidak melepaskan besaran bunga pinjaman kepada mekanisme pasar secara gamblang karena ketentuan bunga yang ditetapkan oleh asosiasi yang sebesar 0,8 % merupakan petunjuk bagi pemain fintech. "(Sebagai) batasan indikatif saja, tetapi (besaran bunga) itu tetap berbasis pasar," ujarnya.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menduga kartel dalam hal penetapan bunga yang dilakukan oleh beberapa perusahaan fintech pinjaman di dalam asosiasi. “Kalau bunganya lebih tinggi dibanding (lembaga keuangan) konvensional kan patut dipertanyakan,” kata Komisioner KPPU Guntur Syahputra Saragih di Jakarta, kemarin (26/8).

Bunga dalam industri keuangan baik perbankan maupun fintech, menurutnya tergolong harga yang ditetapkan untuk konsumen. “Bisa (dikategorikan kartel) nanti kami lihat. Penelitian membuka ruang,” kata dia.

Ketua Harian Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah. Ia menjelaskan bahwa batasan bunga maksimal 0,8% per hari justru bertujuan untuk melindungi konsumen, tetapi di satu sisi tetap mendorong kompetisi. “Maksimalnya segitu (0,8%). Kalau lebih dari itu tentu merugikan konsumen,” katanya kepada Katadata.co.id, Selasa (27/8).

(Baca: OJK Rilis Portal Khusus untuk Menekan Pergerakan Fintech Ilegal)

Selain itu, industri ini diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77 Tahun 2016 tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Sesuai aturan itu, OJK tidak bisa mengatur secara ketat terkait bunga fintech pinjaman.

Sebab, skema bisnis industri ini adalah perjanjian antara pemberi pinjaman (lender) dengan peminjam (borrower). Maka, tingkat bunganya pun berdasarkan kesepakatan.

Karena itu, ia berencana untuk berdiskusi dengan KPPU terkait skema bisnis industri ini. “Kami punya beberapa produk yang skemanya berbeda. Itu yang ingin kami komunikasikan dengan KPPU. Segera kami ingin audiensi,” kata dia.

(Baca: Fintech Australia, Raiz Invest Tawarkan Reksadana Receh bagi Milenial)