Diduga Kartel Terkait Bunga Pinjaman, Begini Jawaban Asosiasi Fintech
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menduga adanya kartel dalam menetapkan bunga pinjaman di industri teknologi finansial (fintech). Dugaan itu dibantah oleh Ketua Harian Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah.
Ia menjelaskan bahwa batasan bunga maksimal 0,8% per hari justru bertujuan untuk melindungi konsumen, tetapi di satu sisi tetap mendorong kompetisi. “Maksimalnya segitu (0,8%). Kalau lebih dari itu tentu merugikan konsumen,” katanya kepada Katadata.co.id, Selasa (27/8).
Selain itu, industri ini diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77 Tahun 2016 tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Sesuai aturan itu, OJK tidak bisa mengatur secara ketat terkait bunga fintech pinjaman.
(Baca: 73 Fintech Pendanaan Sepakat Bunga Tak Melebihi Utang Pokok)
Sebab, skema bisnis industri ini adalah perjanjian antara pemberi pinjaman (lender) dengan peminjam (borrower). Maka, tingkat bunganya pun berdasarkan kesepakatan.
Karena itu, ia berencana untuk berdiskusi dengan KPPU terkait skema bisnis industri ini. “Kami punya beberapa produk yang skemanya berbeda. Itu yang ingin kami komunikasikan dengan KPPU. Segera kami ingin audiensi,” kata dia.
(Baca: Cegah Bunuh Diri Nasabah Fintech, OJK Atur Bunga hingga Asuransi)
Sebelumnya, Komisioner KPPU Guntur Syahputra Saragih menyampaikan bahwa ada dugaan kartel dalam hal penetapan bunga yang dilakukan oleh beberapa perusahaan fintech pinjaman di dalam asosiasi. “Kalau bunganya lebih tinggi dibanding (lembaga keuangan) konvensional kan patut dipertanyakan,” kata dia di Jakarta, kemarin (26/8).
Bunga dalam industri keuangan baik perbankan maupun fintech, menurutnya tergolong harga yang ditetapkan untuk konsumen. “Bisa (dikategorikan kartel) nanti kami lihat. Penelitian membuka ruang,” kata dia.
(Baca: OJK Tidak Bisa Intervensi Bunga Pinjaman dari Fintech)
Pada akhir tahun lalu, sebagian besar anggota AFPI sepakat bahwa bunga dibatasi 0,8% per hari. Hanya, setiap fintech memiliki perhitungannya sendiri seputar bunga dan biaya-biaya yang dibebankan kepada nasabah. Sebab, fintech menggunakan teknologi untuk penilaian (credit scoring), yang membutuhkan biaya operasional.
Mekanismenya, nasabah yang meminjam dikenakan biaya dan beban berbeda-beda di setiap perusahaan fintech. Hal itu bergantung pada tingkat risiko si peminjam. Besaran bunga berlaku sejak nasabah meminjam hingga membayar utang.
Selain itu, perhitungan bunga berhenti maksimal 90 hari setelah jatuh tempo. Dengan begitu, bunga dan biaya lainnya tidak lebih dari 100% utang pokok.