Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggodok aturan yang akan membatasi pemberi pinjaman atau lender institusi, menyalurkan kredit lewat penyelenggara teknologi finansial pembiayaan (fintech lending). Ini bertujuan mengurangi ketergantungan fintech terhadap bank.
Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B Bambang W Budiawan mengatakan, otoritas akan memperjelas kriteria lender institusi lewat regulasi tersebut, terutama yang berasal dari luar negeri. Ini agar fungsi pengawasan lebih efektif dan terukur.
Selain itu, penyaluran kredit lender institusi seperti bank, dibatasi 25% dari total outstanding tahunan penyelenggara fintech lending. "Ketergantungan platform sangat tinggi pada lender tertentu," kata Bambang kepada Katadata.co.id, Jumat (26/11).
Menurutnya, platform fintech lending dengan jumlah lender institusi yang sedikit tetapi menguasai akumulasi kredit, kurang baik dari sisi manajemen risiko. "Lender dapat mengendalikan penyelenggara fintech," ujarnya.
Selain itu, OJK mendorong fintech lending mengakomodasi masuknya pendanaan dari lender ritel atau perorangan.
"Fintech lending pada dasarnya jenis urun dana (crowdfunding). Lender yang paling banyak seharusnya dari publik. Jadi, kami ingin menarik publik untuk berpartipasi aktif sebagai pemberi pinjaman di industri ini," ujarnya.
Berdasarkan data OJK per September, penyaluran pinjaman dari lender ritel atau perorangan hanya sekitar 22% atau Rp 6 triliun. Sedangkan lender institusi baik dalam dan luar negeri mencapai Rp 19,75 triliun.
Selama pandemi Covid-19, fintech lending juga masif berkerja sama dengan perbankan. Modal Rakyat misalnya, menggaet BRI pada tahun lalu. BRI berkomitmen menyalurkan pembiayaan hingga Rp 30 miliar untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) melalui Modal Rakyat.
Investree menggaet Bank Mandiri untuk menyalurkan pinjaman dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Skema kerja sama ini channeling, yang artinya Investree menjadi perpanjangan tangan Bank Mandiri untuk menyalurkan pembiayaan.
Badan usaha milik negara (BUMN) ini pun berhak menentukan penerima kredit. Bank Mandiri juga bisa memanfaatkan teknologi penilaian kredit (credit scoring) milik Investree. Ini dapat membantu perusahaan memetakan UMKM mana yang cocok untuk diberikan pinjaman, sekaligus mengukur risiko kredit.
Kemudian, Akseleran berkolaborasi dengan Bank Central Asia (BCA) untuk menyalurkan pinjaman Rp 30 miliar kepada UMKM. Kolaborasi ini dengan skema channeling.
Co-founder sekaligus CEO KoinWorks Benedicto Haryono menilai, kerja sama dengan perbankan berguna bagi fintech lending dalam meminimalkan biaya. “Perbankan memiliki keuntungan dari segi ‘bola kristal’. Hikmah apa yang bisa diambil? Saya kira tren (kolaborasi) akan terus berlangsung,” ujar Benedicto tahun lalu.
Co-Founder sekaligus CEO Modalku Reynold Wijaya juga mengatakan, kolaborasi membantu bank menjangkau UMKM di pelosok. Bagi fintech, ini menjaga keamanan dana. “Perbankan berperan sebagai bank kustodian dan pemegang escrow account,” kata dia kepada Katadata.co.id.
Rekening bersama atau escrow account itu dikelola langsung oleh bank dan digunakan untuk menyimpan seluruh dana pengguna fintech. “Modalku hanya berperan sebagai perantara masuknya dana. Semua transaksi otomatis terintegrasi dengan sistem pinjam-meminjam,” ujarnya.