Startup asal Singapura, Luno mencatatkan peningkatan transaksi aset kripto (cryptocurrency) empat kali lipat di Indonesia. Jumlah pengguna juga melonjak 75%.
Secara global, induk Luno meraih pendanaan US$ 700 juta. Perusahaan memiliki hampir 700 karyawan, dan melayani lebih dari 9 juta pelanggan di lebih dari 40 negara.
Penyedia platform jual-beli aset kripto itu baru-baru ini membuat perusahaan patungan atau joint venture (JV) dengan anak usaha Grup Lippo, Multipolar. Ini bertujuan memperkuat ekosistem perdagangan aset digital Luno.
“Indonesia memiliki potensi yang luar biasa untuk menjadi salah satu pemain terbesar di Asia Tenggara,” kata Country Manager Luno Indonesia Jay Jayawijayaningtiyas dalam keterangan pers, Rabu (29/12).
Ia mencatat, jumlah investor aset kripto yang aktif di Indonesia tumbuh hampir lima kali lipat. Sepertiga di antaranya didominasi oleh investor bitcoin.
Menurut data Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), jumlah investor aset kripto di Tanah Air hampir 10 juta orang pada Oktober.
Selain itu, nilai transaksi perdagangan kripto di Indonesia tumbuh hampir tiga kali lipat dalam setahun terakhir. Nusantara pun menjadi pasar terbesar kedua Luno di Asia.
“Angka ini menunjukan kuatnya animo masyarakat terhadap aset kripto,” kata Jay.
Meski begitu, ia optimistis bahwa adopsi aset kripto secara global masih tahap awal. Ia mencatat, baru 300 juta orang di dunia yang menjadi investor, dan sekitar 18 ribu entitas bisnis yang menggunakan kripto.
Survei Luno dan YouGov tahun ini mengungkapkan beberapa alasan masyarakat umum ragu berinvestasi aset kripto. Hasilnya, sekitar 62% responden Indonesia tidak berinvestasi cryptocurrency karena tidak memahami cara kerjanya.
Responden menilai, pengetahuan yang lebih baik tentang kripto menjadi faktor terpenting untuk mendorong mereka berinvestasi di aset digital ini.
Merujuk pada data tersebut, Luno membentuk program edukasi bernama Luno Academy. Ini bertujuan mengedukasi masyarakat tentang investasi kripto, khususnya di Indonesia.
“Stigma negatif seputar investasi kripto kebanyakan berasal dari orang-orang yang belum sepenuhnya mengerti. Misalnya, anggapan bahwa membeli atau berinvestasi di kripto itu sulit dan hanya investor ahli yang bisa melakukannya,” ujar Jay.
Untuk mendorong lebih banyak transaksi dan menggaet pengguna, perusahaan rintisan asal Singapura itu berencana meluncurkan program lain tahun depan. “Terutama yang bersifat edukatif, agar dapat membantu orang Indonesia yang ingin berinvestasi di kripto tetapi masih awam dengan konsepnya,” katanya.
Terlebih lagi, selebritas dan perusahaan di Indonesia mulai merambah Non-Fungible Token (NFT). Berdasarkan laporan Messari Crypto, fase 'Web3' diprediksi semakin meluas.
Web3 mengacu pada fase ketiga pengembangan internet. Contohnya, dengan kepemilikan kripto, NFT hingga aset digital dalam dunia virtual alias metaverse.