Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Didid Noordiatmoko meminta semua pihak, termasuk masyarakat, mengawal Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK). Ia berharap kripto tidak menjadi mata uang.
"Mari sama- sama kawal RUU PPSK ini agar kripto tidak menjadi currency, melainkan tetap menjadi aset," kata Didid dalam diskusi bertajuk Arah Pengembangan Aset Kripto dalam RUU PPSK yang diselenggarakan oleh CELIOS di Jakarta, Rabu (2/11).
RUU PPSK mengatur bahwa pengelolaan aset kripto dipindah dari Bappebti ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI). Hal ini diatur dalam pasal 205 dan 207.
Pemindahan kewenangan itu akan dilakukan secara bertahap, yang kemungkinan selama lima tahun. "Kami ingin memastikan pengelolaan aset kripto tetap berkelanjutan. Bappebti ataupun OJK yang mengelola itu," kata Didid.
Apabila aturan itu disahkan, ia memastikan Bappebti tetap memperbaiki peraturan tentang kripto. Aset digital ini diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Aset Fisik Kripto di Bursa Berjangka, Kementerian Perdagangan.
"Kami tidak sempurna, tetapi sudah mencoba. Kami sudah berhasil mengawal perdagangan aset kripto dengan baik," kata Didid.
Jika Kripto Jadi Mata Uang
Direktur CELIOS atau Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira menilai, ketidakhadiran Bappebti dalam RUU PPSK terkait kripto bisa menimbulkan kerancuan
“Bappebti memperjelas bahwa aset kripto di Indonesia ini adalah komoditas, bukan menggantikan mata uang,” kata Bhima dalam acara yang sama.
Menurutnya, rupiah digital yang tengah dikembangkan oleh BI yakni CBDC akan tidak diminati, jika kripto menjadi mata uang. “Tidak akan laku beli rupiah digital. Mereka akan pakai kripto,” ujarnya.
Ketua Aspakrindo Teguh Hermanda sepakat bahwa kripto sebagai mata uang akan berakibat fatal. “Bisa merusak UU mata uang,” kata Manda. “Maka, kami tetap berprinsip bahwa kripto dianggap sebagai komoditas.”
Pelanggan aset kripto di Indonesia mencapai 16,1 juta pelanggan hingga per bulan lalu. Sebanyak 48% berusia 18 - 35 tahun.
Sedangkan transaksi aset kripto sekitar Rp 260 triliun per September.