Driver Ojek Online Demo jika Jakarta Terapkan Jalan Berbayar ERP

ANTARA FOTO/Fauzan/rwa.
Pengemudi ojek online menunggu penumpang di depan Stasiun Tangerang, Kota Tangerang, Banten, Senin (5/9/2022).
Penulis: Lenny Septiani
25/1/2023, 13.36 WIB

Pengemudi ojek online menggelar demo jika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta  menerapkan kebijakan jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP). Sebab, aturan ini menambah beban biaya operasional driver ojol.

Pengemudi ojek online terpantau demo di Gedung DPRD Jakarta, hari ini (25/1). Mitra pengemudi ojek online Grab Aqil adnan (23 tahun) tidak mengetahui aksi ini.

Namun dia memang tidak setuju dengan rencana penerapan jalan berbayar atau ERP. “Tarif ojol tidak seberapa. Harga BBM naik,” katanya kepada Katadata.co.id, Rabu (25/1).

“Pasti akan demo, terutama pengemudi ojek online senior,” tambah Aqil.

Hal senada disampaikan oleh pengemudi ojek online Gojek Arie Andhik. “Kalau diterapkan, driver ojol bisa demo,” ujar dia kepada Katadata.co.id, pekan lalu (20/1).

Namun ia belum mengetahui rencana Pemprov DKI Jakarta menerapkan jalan berbayar atau ERP.

Mitra pengemudi ojek online Gojek Sartono (51 tahun) pun menyampaikan, kebijakan jalan berbayar atau ERP bisa membuat biaya operasional semakin besar. “Kami sudah bayar pajak motor. Semakin sengsara rakyat kecil,” kata dia kepada Katadata.co.id, Rabu (25/1).

Katadata.co.id sudah mengonfirmasi rencana penerapan jalan berbayar atau ERP kepada Gojek, Grab, dan Maxim. Namun ketiganya belum memberikan tanggapan.

Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan, penerapan jalan berbayar atau ERP akan bertahap. “Sampai 25 titik," kata dia ketika meninjau proses administrasi di Kantor Kelurahan Kembangan Selatan, Jakarta Barat, seperti dikutip dari Antara, Rabu (25/1).

ERP di Jakarta rencananya berlaku setiap hari mulai Pukul 05.00 hingga 22.00 WIB di 25 ruas jalan ibu kota sepanjang 54 kilometer (km). Tarif yang diusulkan berkisar Rp 5.000 – Rp 19.000.

Secara rinci, 25 ruas jalan itu yakni:

  1. Jalan Pintu Besar Selatan
  2. Jalan Gajah Mada
  3. Jalan Hayam Wuruk
  4. Jalan Majapahit
  5. Jalan Medan Merdeka Barat
  6. Jalan Moh. Husni Thamrin
  7. Jalan Jenderal Sudirman
  8. Jalan Sisingamaraja
  9. Jalan Panglima Polim
  10. Jalan Fatmawati (simpang Jalan Ketimun 1 - simpang Jalan TB Simatupang)
  11. Jalan Suryopranoto
  12. Jalan Balikpapan
  13. Jalan Kyai Caringin
  14. Jalan Tomang Raya
  15. Jalan Jenderal S. Parman (simpang Jalan Tomang Raya - simpang Jalan Gatot Subroto)
  16. Jalan Gatot Subroto
  17. Jalan MT Haryono
  18. Jalan DI Panjaitan
  19. Jalan Jenderal A. Yani (simpang Jalan Bekasi Timur Raya-simpang Jalan Perintis Kemerdekaan)
  20. Jalan Pramuka
  21. Jalan Salemba Raya
  22. Jalan Kramat Raya
  23. Jalan Pasar Senen
  24. Jalan Gunung Sahari
  25. Jalan HR. Rasuna Said

Pemprov DKI Jakarta menargetkan regulasi jalan berbayar atau ERP selesai tahun ini. Hal itu masih dibahas dalam Rancangan Perda tentang Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik masih dibahas bersama DPRD DKI Jakarta.

Sembari menunggu penyelesaian regulasi, Pemprov DKI Jakarta akan mengutamakan layanan transportasi publik misalnya, TransJakarta, LRT dan MRT Jakarta untuk menekan kemacetan di Ibu Kota.

Dalam perkembangannya, Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta juga memastikan tetap merancang pemberlakuan ERP meski ada pemberian bukti pelanggaran atau tilang secara elektronik alias Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE).

"Mekanisme pengendalian lalu lintas itu terus dilakukan,” kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Syafrin Liputo saat rapat kerja dengan Komisi B DPRD DKI Jakarta, Selasa.

Menurut dia, panjang jalan di Jakarta sekitar 7.800 kilometer dan hanya 0,01% pertambahan jalan per tahun. Sedangkan jumlah kendaraan bermotor sekitar 22,4 juta, berdasarkan data Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya.

“Jika ini dibiarkan tanpa pengendalian lalu lintas khususnya kendaraan pribadi, maka kemacetan tidak bisa dihindari,” ujar dia.

Dia menjelaskan, jalan berbayar atau ERP ditempuh sebagai salah satu upaya menekan kemacetan setelah kebijakan three in one alias 3 in 1 yang tidak efektif.

Reporter: Lenny Septiani