Perusahaan Jasa Migas dan Panas Bumi Adopsi Blockchain di Indonesia

ANTARA FOTO/ANIS EFIZUDIN
Ilustrasi, sejumlah pekerja beraktivitas di area instalasi sumur Geothermal atau panas bumi milik PT Geo Dipa Energi kawasan dataran tinggi Dieng Desa Kepakisan, Batur, Banjarnegara, Jawa Tengah, Selasa (10/10/2018).
Penulis: Desy Setyowati
12/3/2020, 12.36 WIB

GumboNet menyinkronkan data dari banyak pihak. “Di industri energi panas bumi, pihak rantai pasokan lamban membuat faktur dan melakukan pembayaran karena operasi jarak jauh,” kata CEO ADA Diederik Zwager. Dengan menerapkan GumboNet, Zwager optimistis transparansi meningkat.

(Baca: Startup Blockchain Keluhkan Sulitnya Meraih Investasi dari Pemodal)

Di Indonesia, ada beberapa startup yang berberak di sektor energi seperti Baran Energy dan Xurya. PT Xurya Daya Indonesia menargetkan berkontribusi 10% dari capaian pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap nasional. Untuk mencapai target itu, startup yang bergerak di bidang energi terbarukan itu mengandalkan teknologi.

Saat ini, Xurya telah menggaet 20 konsumen baik dari industri maupun ritel. Jumlah tersebut tergolong kecil dibandingkan 1.580 pelanggan PLTS atap hingga akhir tahun lalu, berdasarkan data Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).

 "Target kami, yang penting cukup bisa kontribusi ke capaian pemerintah. Mungkin 10%,” kata Managing Director Xurya Eka Himawan di Jakarta, akhir bulan lalu (26/2). Beberapa konsumen Xurya yakni Tokopedia, Traveloka, dan MGM Bosco Logistics.

(Baca: Startup Xurya Target Sumbang 10% dari Capaian Listrik Tenaga Surya RI)

Halaman: