Sejalan dengan rencana itu, data publik yang ada di luar negeri saat ini harus segera dibawa kembali ke Tanah Air. Perusahaan boleh menyimpan data penting itu di layanan cloud milik pihak ketiga, jika ada persoalan khusus.
(Baca: Menkominfo Dorong Penyederhanaan Jumlah Data Center di Indonesia)
Ia mencontohkan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menggunakan data-data dari satelit dan peneliti, sehingga informasi itu disimpan di Google Cloud. Toh, pemerintah belum memiliki layanan cloud untuk menyimpan data-data seputar bencana. Apalagi, ketika terjadi bencana, permintaan data cukup tinggi sehingga butuh layanan cloud dengan kapasitas besar.
Tanpa kapasitas penyimpanan data yang besar, situs BMKG bisa eror karena permintaan tinggi. "Kami ingin memproses (data) BMKG itu harus ada di Indonesia. Boleh ditempatkan di cloud tetapi ada di Indonesia," katanya.
Adapun Kominfo telah meresmikan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 soal Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE) pada 10 Oktober 2019 lalu. Regulasi ini menggantikan PP PSTE Nomor 82 Tahun 2012.
Aturan ini membahas beberapa poin seperti soal penyelenggara sistem elektronik, penempatan pusat data, perlindungan data pribadi, autentifikasi situs, pengelolaan nama domain situs, dan lainnya.
(Baca: Saingi Amazon, Alibaba Cloud Luncurkan Data Center di Indonesia)