Sri Mulyani, BI, OJK Sepakat Perlunya Aturan Perlindungan Data

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Ilustrasi, (dari kiri) Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat membuka perdagangan saham 2019 di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (2/1/2019). Menkeu, BI, dan OJK menilai perlu regulasi terkait perlindungan data konsumen.
Penulis: Desy Setyowati
23/9/2019, 13.20 WIB

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan bahwa data sudah seperti minyak di era digital, karena sangat dibutuhkan. BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Menteri Keuangan Sri Mulyani pun sepakat, pemerintah perlu membuat aturan khusus untuk meningkatkan perlindungan data.

Perry menjelaskan, ada tiga hal yang sangat dibutuhkan saat ini yakni data, pemrogaman (qoding) dan inovasi. “Data adalah minyak di era digital,” kata dia dalam acara Fintech Summit 2019 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Senin (23/9).

Karena itu, menurutnya pemerintah perlu mengatur tentang perlindungan data “Indonesia perlu belajar dari India. Sebagian datanya bisa dilihat publik dan ada yang tidak,” katanya. Namun, mereka juga mengatur tentang lokalisasi data.

Perry menilai, kebijakan itu cocok untuk diterapkan di Indonesia. Dengan begitu, pemerintah bisa mengumpulkan data publik untuk menyalurkan bantuan sosial (bansos). “Jadi, kami harus membangun infrastruktur data publik,” katanya.

(Baca: Data Penumpang Lion Air Bocor, RUU Perlindungan Data Kian Mendesak)

Pada kesempatan yang sama, Sri Mulyani mengatakan ada dua hal yang perlu diperhatikan terkait data. Pertama, mengedukasi masyarakat bahwa data itu penting dan pentingnya lokalisasi.

Kedua, perlu ada tata kelola yang baik dalam memproses data. “Saat ini, data dikumpulkan setiap detik tanpa sepengetahuan pemiliknya. Ini adalah hal yang sangat penting di era digital,” kata dia.

Karena itu, menurutnya pemerintah perlu membuat kebijakan berupa Undang-Undang (UU) ataupun Peraturan Menteri (Permen) terkait perlindungan data. Saat ini, pemerintah memang  sudah merilis aturan tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Tetapi, dalam hal UU bisa memberikan kerangka keamanan dan keselamatan data yang baik. Kami harus mengelaborasi lagi,” katanya. Selain itu, pemerintah perlu membangun ekosistem terkait data.

(Baca: Jutaan Data Penumpang Bocor, Kominfo Panggil Lion)

Wimboh mengatakan bahwa masih ada beberapa konsumen yang mengeluh datanya bocor. Bila mengacu pada UU Perbankan, nasabah bisa melaporkan hal itu ke kepolisian dan prosesnya kompleks. “Hanya sejauh itu kerangka hukumnya. Belum ada UU yang melindungi informasi individu tersebut,” katanya.

Saat ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tengah mengajukan draf Rancangan UU (RUU) Perlindungan Data Pribadi ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menteri Kominfo Rudiantara pun sepakat bahwa regulasi itu semakin dibutuhkan.

Ia mengatakan, kementeriannya sudah meminta Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membuat kesimpulan rapat terkait dukungannya atas pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi. “Tapi, sampai saat ini belum ditulis,” kata dia di kantornya, Jakarta, beberapa waktu lalu (19/9).

(Baca: Bertemu Sophia, Sri Mulyani Sebut Mungkin Bakal Ada Pajak untuk Robot)

Reporter: Cindy Mutia Annur