Untuk bisa mencapai target inklusi keuangan, kata dia, fintech pembayaran didorong untuk bersinergi dengan perbankan. Selain itu, BI telah menerbitkan aturan tentang Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) dan standardisasi kode Quick Respons (QR Code).
Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo ) Lis Lestari Sutjiati memperkirakan, inklusi keuangan hanya akan mencapai 59% bila hanya mengandalkan industri keuangan konvensional. "Masih ada gap 16% (35 juta penduduk) ini yang bisa digarap oleh fintech," kata dia, pada Agustus 2018 lalu.
Ia mencatat, bank memiliki 38 ribu unit laku pandai (branchless banking) dengan 900 ribu agen, 104 ribu anjungan tunai mandiri (ATM), dan 500 ribu mesin Electronic Data Capture (EDC). Namun, dengan segala fasilitas itu, bank hanya bisa menjangkau 1,5 juta masyarakat yang belum terakses perbankan (unbanked).
Padahal, 69% dari masyarakat unbanked memiliki ponsel. Dengan dukungan ponsel tersebut mereka bisa menggunakan layanan fintech. Toh, tidak semua laku pandai bisa mencakup daerah terluar, tertinggal dan terdepan (3T) di Tanah Air.
Ada 1,5 juta titik kontak finansial lewat layanan konvensional di Indonesia | |
Layanan | Jumlah |
Cabang bank | 38.000 |
ATM milik bank | 103.953 |
EDC | 500.000 |
Laku Pandai | 700.000 |
Layanan Keuangan Digital (LKD) | 200.000 |
Sumber: Katadata, dioleh
(Baca: Fintech Bisa Garap 35 Juta Orang dari Target Inklusi Keuangan)