Ketimpangan Bisnis Digital Dunia, AS & Tiongkok Kuasai 90% NIlai Pasar

123rf.com
Ilustrasi, ekosistem digital. DBS Bank Singapore memandang kondisi industri digital global tidak ideal karena dikuasai oleh dua negara besar, AS dan Tiongkok.
Penulis: Agung Jatmiko
21/8/2020, 17.48 WIB

Poin kedua adalah soal lokalisasi data, di mana setiap negara dipandang perlu untuk memusatkan pengumpulan data di wilayahnya. Seperti Vietnam yang menghadirkan persyaratan lokalisasi data dan mewajibkan perusahaan teknologi untuk beroperasi dengan membuka kantor lokal di wilayahnya.

"Tidak hanya mendorong pembangunan pusat data, kebijakan tersebut juga menciptakan lapangan pekerjaan, menguntungkan perekonomian dan memudahkan pemungutan pajak," ujarnya.

Terakhir, keberadaan data universal yang dapat diakses oleh siapapun bisa menjadi solusi untuk mengatasi inefisiensi di industri digital. Namun pemberlakuan data universal ini bukan tanpa batas, melainkan sebatas data yang bersifat non-pribadi.

Indonesia sendiri dipandang Sacchin dapat memanfaatkan potensi data universal agar perusahaan lokal dapat mengejar ketertinggalan. Selain itu, data universal juga mampu mengurangi kesenjangan dan mengatasi tantangan lokal yang kurang relevan bagi pemain global.

Indonesia serta negara-negara berkembang lain perlu bekerja sama dengan negara-negara maju seperti Uni Eropa, Jepang serta badan regional dan organisasi multilateral untuk bisa menerapkan pola atau aturan yang membangun ekosistem digital. Jika tidak, maka kekuatan lobi raksasa digital global sulit dikalahkan.

Berpedoman pada ​General Data Protection Regulation (GDPR) Uni Eropa, Indonesia telah menyusun Rancangan UU tentang perlindungan data pribadi yang sedang ditinjau oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Jika disahkan menjadi UU maka Indonesia akan bergabung dengan 120 negara yang telah menerapkan aturan tersebut.

Kondisi di dalam negeri menjadi perhatian Sacchin, sebab pada 2012 Indonesia menjadi salah satu negara yang menerapkan kebijakan lokalisasi data secara ketat. Namun pada 2019 pemerintah dinilai melonggarkan aturan soal lokalisasi data, demi menarik minat investor asing.

Sejak saat itu peraturan pelokalan data hanya berlaku untuk entitas publik dan yang mengoperasikan platform digital atas nama publik. Hal ini mengharuskan semua pemain memastikan bahwa platform dan data digital mereka dapat diakses oleh regulator di manapun lokasinya.

"Dengan tantangan dan kondisi ekonomi digital saat ini, setiap negara harus mencoba memilih campuran pendekatan yang sesuai dengan realita dan keadaan masing-masing," kata Sacchin.

Halaman: