Saingi AS dan Eropa, Tiongkok Akan Bangun 600 Ribu Menara 5G pada 2021

ANTARA FOTO/REUTERS/JASON LEE
Seorang insinyur berdiri di bawah stasiun pangkalan antena 5G dalam sistem uji lapangan SG178 Huawei yang hampir membentuk bola di Pusat Manufaktur Songshan Lake di Dongguan, provinsi Guangdong, Tiongkok, Kamis (30/5/2019).
30/12/2020, 10.16 WIB

Pemerintah Tiongkok berencana membangun 600 ribu base transceiver station (BTS) internet generasi kelima alias 5G pada 2021. Ini untuk menyaingi Amerika Serikat (AS) dan Eropa yang tengah mengembangkan teknologi serupa.

Kepala Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi (MIIT) Tiongkok Xiao Yaqing mengatakan, pemerintah mempunyai 700 ribu BTS 5G saat ini. “Beijing ingin menambah 600 ribu menara telekomunikasi serupa pada tahun depan untuk mempercepat penyediaaan 5G di kota-kota besar,” demikian kata dia dikutip South China Morning Post (SCMP), Selasa (29/12).

Sembari membangun infrastruktur pasif, pemerintah Tiongkok membuat lebih banyak pusat data (data center), fasilitas komputasi (cloud), menguji coba jaringan pribadi 5G, dan merilis rencana pita frekuensi.

Jaringan internet 5G dianggap mampu meningkatkan kecepatan pengiriman data hingga 100 kali lebih cepat dibandingkan 4G. Berdasarkan studi Digital Trends, perbandingan tingkat kecepatannya tertera pada Tabel di bawah ini:

Generasi2G3G3G HSPA+4G4G LTE5G
Maksimal0,37,242150300*1-10**
Rata-rata0,11,551015-5050

Sumber: Digital Trends

Catatan: dalam Mbps, (*) dalam Mbps - 1 Gbps, (**) dalam Gbps

Berkat tingkat latensi atau keterlambatan penyaluran data yang rendah, teknologi ini mendukung Internet of Things (IoT), mobil otonom, kota pintar, dan aplikasi seluler baru lainnya. Saat ini, Tiongkok memiliki 160 juta perangkat yang terhubung ke jaringan 5G. 

Operator telekomunikasi utama di Tiongkok seperti China Mobile dan China Telecom masing-masing melaporkan 114 juta dan 65 juta pelanggan 5G per akhir September. Mereka berencana menambah setidaknya 179 juta pada 2021.

Meski begitu, jumlah pelanggan 5G tergolong kecil dibanding konsumen 4G yang mencapai 1,2 miliar.  

Berdasarkan data GSMA Intelligence, Tiongkok di bawah AS dalam hal adopsi 5G. Diperkirakan 47% perangkat ponsel di Negeri Panda menggunakan standar 5G pada 2025. Posisinya sama dengan Jepang.

Sedangkan AS diprediksi mencapai 55%. Yang paling cepat mengadopsi 5G yakni Korea Selatan dengan 67%. 

Lalu, Eropa hanya 29%. Negara-negara yang memiliki jaringan 5G di wilayah ini termasuk Jerman, Polandia, Spanyol, Inggris, Irlandia, Italia, Rumania, Finlandia, Norwegia dan Hongaria.

Oleh karena itu, Beijing gencar menambah infrastruktur 5G pada 2021 untuk dapat bersaing dengan negara lain. Tiongkok berusaha untuk menjadi pemimpin dalam teknologi jaringan baru.

Akan tetapi, pengembangan 5G Tiongkok mendapatkan banyak tekanan dari AS dan Eropa. AS menuduh solusi 5G milik perusahaan asal Negeri Tirai Bambu, Huawei, berbahaya bagi keamanan nasional.

Pemerintah Negeri Paman Sam juga mendesak negara-negara di Eropa untuk tidak menggunakan layanan Huawei. Beberapa negara di Benua Biru pun lebih memilih Ericsson dan Nokia.

Di satu sisi, AS berencana menggencarkan pengembangan 5G pada 2021. Dikutip dari Business Insider, Negeri Paman Sam akan membuat standar perangkat lunak 5G yang dapat disesuaikan dengan perangkat apapun. 

Begitu juga dengan Eropa. "Sayangnya, Eropa tertinggal," kata Chief Executive Nokia Pekka Lundmark dikutip dari Reuters, Senin (28/12). "Tetapi, peluncurannya sudah dipercepat dan pada 2021 saya pikir ini akan bertambah cepat di sebagian besar negara.”

Uni Eropa juga telah menyalurkan 750 miliar euro (US$ 914 miliar) atau seperlima dari dana pemulihan pandemi corona untuk meningkatkan kemampuan digital. Perusahaan telekomunikasi asal Swedia, Ericsson memperkirakan cakupan 5G Eropa akan terus tumbuh dalam lima tahun ke depan.

Pada 2020, hanya sekitar 1% yang berlangganan 5G. Angka itu diperkirakan menjadi 55% untuk negara-negara Barat dan 27% di bagian Tengah dan Timur dalam lima tahun ke depan.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan