Susul Alibaba, TikTok Rambah E-Commerce dan Fintech

123RF.com/Opturadesign
Ilustrasi aplikasi video musik TikTok
20/1/2021, 09.35 WIB

Perusahaan teknologi, ByteDance meluncurkan layanan teknologi finansial (fintech) pembayaran Douyin Pay untuk melengkapi fitur e-commerce yang ada di TikTok. Pengembang aplikasi asal Tiongkok ini mengikuti jejak Alibaba, Tencent, dan Facebook.

ByteDance meluncurkan Douyin Pay setelah mengakuisisi Hezhong Yibao tahun lalu. Hezhong Yibao memperoleh izin layanan pembayaran dari bank sentral Tiongkok pada 2014.

"Douyin Pay akan melengkapi opsi pembayaran utama yang ada, dan pada akhirnya meningkatkan pengalaman pengguna Douyin,” kata perusahaan dalam pernyataan resmi, dikutip dari Reuters, Selasa (19/1).

Sebelumnya, pengguna TikTok di Tiongkok hanya bisa menggunakan Alipay dari Alibaba atau WeChat Pay dari Tencent untuk bertransaksi di aplikasi. Kini, konsumen di Negeri Panda dapat memakai Douyin Pay.

TikTok memang sudah merambah layanan belanja online sejak 2019. Melalui fitur ini, influencer dapat mengarahkan pengikut ke akun sponsor. Sedangkan calon konsumen dapat mengeklik tautan yang ada pada profil, lalu akan diarahkan ke toko online.

ByteDance juga berkolaborasi dengan perusahaan e-commerce asal Kanada Shopify Oktober tahun lalu. Jutaan penjual di Shopify bisa mempromosikan barang dagangan mereka di platform TikTok.

"Kami sangat senang menjadi mitra pertama yang menyambut TikTok ke dunia e-commerce," kata Wakil Presiden Shopify, Satish Kanwar dalam pernyataan resmi dikutip dari Reuters, Oktober tahun lalu (27/10/2020).

Selain itu, menggandeng perusahaan jaringan perdagangan ritel Walmart untuk meningkatkan strategi periklanan. Walmart memanfaatkan fitur belanja online di TikTok untuk menyasar konsumen muda.

TikTok mengikuti jejak Alibaba, Tencent, JD.Com dan Facebook dengan merambah e-commerce dan fintech. JD.com menyediakan layanan pembayaran sendiri, meski masih kalah dibandingkan Alipay dan WeChat Pay.

Berdasarkan riset Analysys, layanan Alipay menguasai 54% pangsa pasar. Sedangkan WeChat Pay 39%.

Namun Beijing memperbarui aturan antimonopoli pada tahun lalu. Dengan regulasi ini, Beijing meningkatkan pengawasan terhadap raksasa teknologi.

Partner di firma hukum Han Kun, Ma Chen mengatakan bahwa otoritas yang membuat regulasi baru itu khawatir raksasa teknologi di Tiongkok menjadi terlalu kuat, sehingga mempersulit korporasi lain berkembang. "Ini momen yang menentukan," kata Ma dikutip dari Bloomberg, tahun lalu (10/11/2020).

Apalagi, secara keseluruhan kapitalisasi pasar gabungan perusahaan digital di Tiongkok hampir US$ 2 triliun atau sekitar Rp 28.126 triliun. Khusus untuk Alibaba dan Tencent nilai kapitalisasi pasar bisa melampaui bank milik negara, seperti Bank of China.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan