CEO Tesla Elon Musk menjanjikan hadiah US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,4 triliun untuk pengembangan teknologi ‘terbaik’ yang dapat menangkap emisi karbon dioksida. Di Indonesia, Gojek berkolaborasi dengan startup Jejak.in meluncurkan GoGreener Carbon Offset.
"Saya mendonasikan US$ 100 juta sebagai hadiah untuk teknologi penangkapan karbon ‘terbaik’," cuit Musk melalui akun Twitter-nya @elonmusk, Jumat (22/1). Namun ia baru akan memerinci kriterianya pada minggu depan.
Akan tetapi, teknologi yang dikembangkan di beberapa negara sejauh ini masih berfokus pada pengurangan emisi karbon dioksida. Startup penerbangan ramah lingkungan ZeroAvia misalnya, mengembangkan teknologi yang dapat mengubah emisi pesawat menjadi hidrogen.
Co-founder sekaligus CEO ZeroAvia Val Miftakhov mencatat, sektor penerbangan merupakan penyumbang terbesar emisi karbon yang menyebabkan pemanasan global. Di satu sisi, sektor ini, logistik, dan industri merupakan yang paling sulit untuk dekarbonisasi.
Oleh karena itu, perusahaan yang berbasis di Amerika Serikat (AS) dan Inggris tersebut mengembangkan dan menguji coba powertrain ZA-600 yang dapat menerbangkan pesawat berkapasitas 10-20 kursi sejauh 500 mil menggunakan daya hidrogen.
Perusahaan rintisan itu mengandalkan teknologi electrolyzer yang membuat gas alam dapat diubah menjadi hidrogen. Mereka juga membuat bahan bakar sendiri dari listrik dan air untuk menghidupkan sistem pesawat.
Awal 2020, startup itu menguji coba penerbangan menggunakan baterai listrik skala komersial pertama. Ini juga merupakan penerbangan pertama pesawat bertenaga sel bahan bakar hidrogen.
"Kami menutup celah bagi industri penerbangan untuk memulai transisinya dari bahan bakar fosil," kata Val dikutip dari siaran pers perusahaan, bulan lalu (16/12/2020). Ia juga akan menyelesaikan penerbangan 250 mil dalam tiga bulan ke depan.
Dengan inovasi tersebut, ZeroAvia memperoleh pendanaan US$ 21,4 juta atau Rp 303,9 miliar dari perusahaan investasi milik Bill Gates hingga orang terkaya di dunia, Jeff Bezos.
Di Indonesia, Gojek berkolaborasi dengan Jejak.in meluncurkan GoGreener Carbon Offset pada September tahun lalu. Melalui fitur ini, pengguna bisa menghitung jumlah emisi karbon sehari-hari dan mengonversinya dengan menanam pohon.
Fitur itu hadir dalam bentuk kartu acak atau shuffle card digital di halaman depan aplikasi Gojek mulai September tahun lalu (14/9/2020). Pengguna bisa memasukkan data, seperti rata-rata jarak penggunaan kendaraan setiap harinya.
Nantinya akan dihitung jumlah karbon yang dihasilkan oleh pengguna, dan berapa pohon yang harus ditanam untuk mengimbanginya. Head of Third-Party Platform Gojek Sony Radhityo mengatakan, penghitungan jumlah karbon menggunakan scientific carbon calculator.
“Kami pastikan metodologi penghitungannya sudah terbukti. Ini pasti sesuai dengan (metode penghitungan standar) pemerintah dan internasional,” kata Sony saat konferensi pers virtual, September 2020 lalu (14/9/2020).
Namun, maskapai asal AS United Airliner berinvestasi untuk mengembangkan teknologi yang dapat menyedot gas karbon dioksida dari atmosfer. Washington Post melaporkan, United Airlines merupakan maskapai AS pertama yang mengambil langkah untuk menangkap emisi karbon.
"Krisis (pandemi corona) ini akan berakhir," tulis kepala eksekutif United Scott Kirby di Medium pada Desember 2020, dikutip dari Washington Post, pekan lalu (12/1). “Itulah sebabnya kami tetap berfokus pada krisis lain yang akan memaksa kita semua untuk mengubah perilaku dengan cara yang jauh lebih dramatis daripada yang pernah dilakukan saat pandemi, yakni krisis perubahan iklim.”
Kepala eksekutif Carbon Engineering Steve Oldham menilai, United Airliner mengambil pendekatan yang tidak biasa untuk dekabronisasi dengan mengembangkan teknologi penangkapan karbon. “Ketika sebagian besar berpikir mereka harus menghentikan emisi, Anda memiliki perusahaan yang sangat kredibel dengan kebutuhan nyata, yang mengatakan bahwa cara terbaik menangani emisi yakni dengan menghilangkannya,” kata dia.
Berdasarkan data International Energy Agency, maskapai penerbangan menempati peringkat kelima penghasil emisi karbon dioksida tertinggi di dunia. Studi Universitas Metropolitan Manchester baru-baru ini juga menunjukkan, industri itu menyumbang 3,5% dari emisi gas rumah kaca.