Wawancara Eksklusif Indosat: Pasar Potensial Internet 5G di Indonesia

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Seorang pria melintas di depan gedung Indosat, Jakarta Pusat.
24/6/2021, 15.16 WIB

Dalam jangka panjang, bagaimana 5G mendorong adopsi teknologi lain?

Kuncinya ekosistem. Ini seperti ayam dan telur. Kalau saling menunggu, susah. Kenapa kami mesti menyediakan device murah, Internet of Things (IoT), sementara jaringan belum ada. Kalau saling tunggu, kapan selesai?

Untuk itu, Indosat mendorong supaya ekosistem bisa ada di sini. Teknologi akan terus berkembang. Kalau tidak ada yang mendorong, bakal diam di tempat.

Indonesia belum ada 5G, ya kami bawa teknologinya dengan bermitra.

Bagaimana potensi 5G untuk sektor business to consumer (B2C) dalam jangka panjang?

Saat uji coba, kecepatan 5G 550 Mbps. Bisa untuk apa? Apakah hanya untuk menonton YouTube? Kan bisa dengan 4G. Atau gim berbasis Virtual Reality (VR) dan Augmented Reality (AR)? Tetapi apakah perangkatnya siap?

Jadi, kami pasti akan masuk ke B2C. Ini seiring dengan ekosistem yang semakin berkembang. Jika sudah berkembang, otomatis kebutuhan 5G masuk ke konsumen.

Bagaimana komersialisasi 5G untuk B2B?

B2C akan berkembang seiring ekosistem. Jadi produk yang sudah ada akan bisa digunakan. Tidak ada produk khusus 5G yang kami berikan ke B2C. Namun, saat ada kebutuhan, pasti akan disesuaikan.

Kami sendiri punya paket freedom internet. Paket data ini cukup besar yakni hingga 100 Gigabyte (GB).

Untuk B2B, penerapan komersialisasi dengan menggaet kerja sama. Misalnya pabrik di Cikarang, Bekasi, membutuhkan solusi. Kami datang ke sana, khusus di pabrik itu kami sediakan 5G.

Kami membangun kemitraan jangka panjang misalnya, tiga tahun dan membuat harga bundling. Ini berbeda, karena sesuai kebutuhan.

Positioning dan persaingan dengan operator lain?

Positioning kami berbeda, yakni berfokus ke 5G yang bermanfaat. Perbedaan saat Indosat meluncurkan 5G yaitu kami bermitra. Internet 5G bukan hanya urusan menggelar jaringan, tapi juga usecase yang tepat untuk target yang tepat. 

Kendala yang dihadapi Indosat dalam menggelar jaringan 5G di Indonesia?

Ekosistem saja yang menjadi kendala. Ini karena memang belum banyak yang punya usecase di Indonesia. 

Kalau dari sisi pemerintah, sangat mendukung. Diskusi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sangat cepat. Kami tidak merasa kesulitan dari sisi perizinan. Asal sesuai prosedur, time-line bisa dikejar.

Bagaimana Indosat menyiapkan infrastruktur pendukung setelah adanya 5G?

Penyediaan jaringan 5G sekarang untuk infrastruktur menjadi bagian dari rencana tiga tahun. Sudah ada persiapan sejak 2019. 

Bagaimana strategi mengatasi keterbatasan spektrum?

Keterbatasan itu kan kepada pemanfaatan. Kami lihat dari yang ditawarkan oleh Indosat itu pemanfaatannya cukup memadai. Targetnya harus tepat.

Target jangka pendek dari adanya 5G?

Kami fokus ke lima kota dulu. Hingga akhir tahun pasti ada kota-kota lain yang kami umumkan. Kami juga upayakan infrastruktur siap misalnya, kebutuhan spektrum yang sesuai dengan target pasar.

Indosat dikabarkan mengkaji merger dengan Tri. Bagaimana layanan 5G setelah bergabung?

Tidak akan berkaitan. Ini konsolidasi dari pemegang saham, Ooredoo Group dan Hutchison dari Hongkong. Mereka yang bernegosiasi.

Internet 5G sudah kami rencanakan berdasarkan blue print sejak 2019. Kami memperbaiki dulu internal, transformasi pegawai, bisnis dan lainnya.

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan