Australia Gugat Induk Facebook karena Iklan Penipuan Kripto

Thought Catalog/Pexels
Ilustrasi menghapus akun Facebook secara permanen
18/3/2022, 13.06 WIB

Pengawas kompetisi Australia atau Australian Competition and Consumer Commission (ACCC) mengajukan gugatan terhadap induk Facebook, Meta pada Jumat (18/3). ACCC menuduh raksasa media sosial itu telah gagal mencegah iklan penipuan (scam) kripto yang menampilkan orang-orang terkenal.

ACCC telah mengajukan gugatan atas dugaan pelanggaran yang dilakukan Meta itu ke Pengadilan Federal. Saat ini, pengawas kompetisi Australia itu sedang mencari deklarasi, hukuman, biaya dan perintah lainnya.

Tak hanya itu, ACCC juga mengajukan gugatan karena menganggap Facebook telah menampilkan iklan penipuan kripto dengan membawa nama-nama orang terkenal. Iklan tersebut menampilkan gambar beberapa pemimpin bisnis Australia, pembawa acara TV, hingga politisi. Padahal, isinya berupa tautan ke artikel media palsu dengan menyertakan kutipan terkait kepribadian.

Pengguna yang terpancing oleh iklan penipuan kripto itu akan menyetor dana ke dalam skema palsu. Bahkan, pengguna bisa kehilangan lebih dari US$ 480 ribu atau setara Rp 6,8 miliar karena penipuan itu.

ACCC menganggap Meta tidak melakukan cukup upaya untuk menghentikan iklan tersebut. Bahkan, pengawas tersebut menuduh Meta membantu dan bersekongkol dengan para penipu yang menampilkan iklan kripto palsu itu.

“Inti dari kasus kami adalah bahwa Meta harusnya bertanggung jawab atas iklan yang dipublikasikan di platform-nya,” kata ketua ACCC Rod Sims dikutip dari The Guardian, hari ini (18/3).

Sementara itu, iklan merupakan bagian penting dari bisnis Meta. "Perusahaan juga memungkinkan pengiklan menargetkan pengguna yang paling mungkin untuk mengklik tautan menggunakan algoritma-nya," ujarnya.

Pihak Meta mengatakan bahwa setiap iklan penipuan sebenarnya telah melanggar kebijakan platform. Perusahaan juga telah berupaya menggunakan teknologi untuk mendeteksi dan memblokir iklan palsu itu.

Atas gugatan itu, Meta bersikap kooperatif untuk penyelidikan. "Kami akan meninjau pengajuan baru-baru ini oleh ACCC dan berniat untuk mempertahankan prosesnya," kata juru bicara Meta.

Di sisi lain, Pemerintah Inggris berencana membuat aturan yang bisa memenjarakan eksekutif perusahaan teknologi seperti Meta, Google, hingga TikTok, apabila gagal memenuhi ketentuan keamanan online. Aturan itu juga bisa membuat Meta, Google, hingga TikTok menghadapi denda 10 % dari omset global.

Dikutip dari The Verge, aturan tersebut masih digodok dalam bentuk Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan Online. Parlemen Inggris telah memperkenalkan RUU itu Rabu (16/3) dan diperkirakan rampung akhir 2022.


Reporter: Fahmi Ahmad Burhan