Asosiasi Blockchain Khawatir Pajak Kripto Bikin Kalah dengan Asing

Unsplash/Executium
Ilustrasi mata uang crypto
Editor: Yuliawati
31/5/2022, 11.06 WIB

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta Pajak Penghasilan (PPh) terhadap perdagangan aset kripto sejak 1 Mei. Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) menilai pajak kripto terlalu cepat dikenakan dan khawatir pajak membuat pedagang kripto lokal kalah saing dengan pedagang luar negeri.

"Yang menjadi perhatian kami saat ini ialah tarif pajak PPh dan PPN yang harus diperkuat dasar hukumnya dan juga memperhatikan kemampuan dalam mempertahankan daya saing pelaku usaha dalam negeri," ujar Chairwoman ABI Asih Karnengsih dalam siaran pers, kemarin (30/5).

Asih mengatakan asosiasi yang mewakili seluruh calon pedagang fisik aset kripto terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) sebetulnya mengapresiasi dan mendukung upaya pemerintah dalam membuat aturan pajak kripto.

ABI menilai, waktu pemberlakuan pajak aset kripto terlalu cepat. Ini mengingat, calon pedagang fisik aset kripto harus mempersiapkan proses teknis pemotongan pajak, kemudian melakukan sosialisasi kepada pelanggan aset kripto yang menjadi pembayar pajak.

Pengenaan tarif juga harus lebih diperjelas. Sebab, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 99 Tahun 2018 tentang Kebijakan Umum Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Aset Kripto telah menetapkan aset kripto sebagai komoditas yang dapat dijadikan subjek kontrak berjangka.

Namun, belum terdapat dasar peraturan yang jelas atas pengenaan tarif PPN pada jenis barang komoditi berjangka dengan klasifikasi aset tidak berwujud seperti aset kripto. Sehingga, asosiasi menilai bahwa kripto mestinya tidak diperlakukan sama dengan komoditas berjangka lainnya.

Kemudian, belum ada peraturan pemerintah yang sudah diperbaiki atau diperbaharui mengenai tarif PPh secara khusus pada komoditas berjangka ini.

Selain itu, asosiasi menilai tarif pajak yang dikenakan dapat mengurangi daya kompetitif pelaku usaha dalam negeri. Asosiasi khawatir, calon pelanggan dalam negeri lebih memilih bertransaksi menggunakan pedagang fisik aset kripto luar negeri yang tidak diawasi oleh Bappebti.

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan