Asosiasi Blockchain Khawatir Pajak Kripto Bikin Kalah dengan Asing

Unsplash/Executium
Ilustrasi mata uang crypto
Editor: Yuliawati
31/5/2022, 11.06 WIB

Guna mendorong pengaturan pajak yang lebih dapat dipatuhi oleh seluruh pemangku kepentingan, asosiasi tengah menyiapkan kajian mendalam terkait pajak aset kripto.

“Semoga ke depannya diiringi dengan kemudahan bagi kami dalam mengembangkan ekosistem ini," kata VP of Operations Upbit Indonesia Resna Raniadi

Sebelumnya, Kemenkeu menerapkan PPN serta PPH terhadap perdagangan aset kripto per 1 Mei. Tujuannya, memberikan kepastian hukum di masyarakat.

Pengenaan pajak atas transaksi kripto bukan hanya berlaku saat terjadi jual beli tetapi juga saat penukaran aset kripto antar-investor. Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Pasal 3 ayat (2), penyerahan aset kripto bisa berupa jual beli dengan mata uang fiat, tukar menukar aset kripto dengan aset kripto lainnya alias swap, dan tukar menukar antara aset kripto dengan barang selain kripto.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memperkirakan, potensi penerimaan negara dari pengenaan pajak atas transaksi kripto lebih dari Rp 1 triliun. Potensi jumbo penerimaan tersebut bisa dioptimalkan untuk mempertebal bantuan sosial kepada masyarakat. Dengan demikian, masyarakat kaya yang berinvestasi di kripto ini juga ikut berkontribusi ke negara.

Apalagi, transaksi kripto di Indonesia terus meningkat. Bappebti mencatat nilai transaksi pada tahun lalu Rp 859,4 triliun. Nilainya melonjak 1.222,8% dibandingkan tahun 2020 yang hanya Rp 64,9 triliun. Lonjakan mulai terlihat sejak memasuki kuartal kedua 2021.

Dalam dua bulan pertama tahun ini, nilai transaksi kripto juga sudah mencapai Rp 83,8 triliun. Ini lebih besar dibandingkan nilai transaksi untuk keseluruhan tahun lalu.

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan