Amerika Serikat (AS) sempat membatasi ekspor teknologi ke Cina saat pemerintahan Donald Trump. Namun, kebijakan ini dinilai gagal.
Wall Street Journal menganalisis data Departemen Perdagangan Amerika. Hasilnya, ekspor ke Cina mencapai US$ 125 miliar.
Sekitar 94% dari pengajuan izin disetujui oleh Departemen Perdagangan Amerika. Totalnya sekitar 2.652 lisensi.
Mantan analis kontrol ekspor ke Cina di Pentagon Steve Coonen mengaku frustasi dengan data tersebut. “Saya tidak bermasalah terkait berdagang dengan Cina atau ‘memberi makan’ mereka,” kata dia melalui email yang dikirim ke rekannya setelah mengundurkan diri tahun lalu, dikutip dari DailyMail, Rabu (17/8).
Akan tetapi, "saya punya masalah besar dengan mempersenjatai Cina," tambah dia.
Sedangkan sejumlah pejabat menilai bahwa memblokir ekspor ke Tiongkok dapat mendorong Beijing gencar mencari pemasok lain.
"Apa yang tidak kami miliki adalah konsensus di pemerintah Amerika tentang hubungan ekonomi yang seharusnya," kata mantan pejabat perdagangan administrasi Trump yang bertanggung jawab atas kontrol ekspor Mira Ricardel, kepada surat kabar.
'Ada orang yang seperti, 'tidak, tidak, tidak, kami tidak dapat mengirim apa pun ke Cina,' tapi itu bukan kebijakannya,” tambah dia.
Beberapa orang mengkritik peran Departemen Perdagangan serta Biro Industri dan Keamanan. Mereka mempertanyakan apakah kedua instansi ini dapat mengontrol ekspor, sembari mempromosikan bisnis Amerika di luar negeri.
Gedung Putih kemudian mendiskusikan persoalan tersebut. Pada kesempatan itu, Asisten Sekretaris Perdagangan untuk Administrasi Ekspor Amerika Thea D. Rozman Kendler mengatakan bahwa instansinya berfokus mempromosikan kepemimpinan teknologi AS.
“Dan untuk melakukan itu, kami perlu memahami kepemimpinan teknologi AS,” kata dia. “Tempat terbaik untuk mendapatkan informasi itu adalah dari industri.”
Tahun lalu, beberapa tokoh senior Pentagon mundur setelah muncul ‘alarm; bahwa teknologi militer Cina unggul dibandingkan Amerika.
Nicolas Chaillan mengatakan kepada Financial Times bahwa dia pergi karena lambatnya transformasi teknologi di angkatan bersenjata AS.
“Kami tidak memiliki peluang bertarung melawan Cina dalam 15 hingga 20 tahun. Saat ini, ini sudah menjadi kesepakatan. Itu sudah berakhir menurut saya,” kata Chaillan, yang menghabiskan tiga tahun di Pentagon di divisi keamanan siber.
Dia mengatakan, Beijing sedang menuju dominasi global karena kemajuannya dalam kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI), kemampuan siber, dan mesin pembelajaran alias machine learning.
Pekan lalu, terungkap bahwa Presiden Amerika Joe Biden dan Presiden Cina Xi Jinping akan segera bertemu. “Kemungkinan terjadi pada November di sela-sela KTT internasional di Asia,” menurut orang-orang yang mengetahui hal itu.
Para pejabat Tiongkok dilaporkan membuat rencana bagi Xi Jinping dalam kunjungannya ke G20 di Indonesia akhir tahun ini. Pejabat yang terlibat dalam persiapan mengatakan kepada Wall Street Journal bahwa pemimpin Cina ini akan mengambil bagian dalam kongres partai pada musim gugur
Xi Jinping diperkirakan akan mematahkan preseden dan mengklaim masa jabatan ketiga sebagai perdana menteri.