Bawaslu: Puncak Penyebaran Hoaks Pilpres di Media Sosial pada Februari

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Sejumlah warga melintas Halte TransJakarta Sarinah, Jakarta, Kamis (25/5).
Penulis: Lenny Septiani
20/9/2023, 16.07 WIB

Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu memprediksi penyebaran informasi bohong atau hoaks di media sosial mencapai puncak pada Februari 2024. Hal ini karena berbarengan dengan persiapan kampanye politik terkait Pilpres 2024.

“Dengan ini pasti akan ada peningkatan berbagai informasi atau hoaks yang terjadi,” kata Deputi Bidang Dukungan Teknis Bawaslu La Bayoni dalam acara #YukPahamiPemilu yang diselenggarakan oleh Google Indonesia di Jakarta, Rabu (20/9).

Hal senada terjadi pada Pemilu 2019. Rinciannya sebagai berikut:

Oleh karena itu, Bawaslu menyiapkan strategi pemanfaatan teknologi untuk melancarkan pemilu. Caranya yakni:

  • Bekerja sama dengan Google dan YouTube untuk menyaring berita dan informasi dalam memproses pemilu yang berintegritas dengan memunculkan informasi dan membantu publik melakukan pengawasan
  • Memiliki dua aparat pengawasan di tingkat pusat, lima hingga tujuh petugas di tingkat profesi, dan tiga tingkat kabupaten/kota

Bawaslu mengidentifikasi isu yang menjadi fokus perhatian dalam mengatasi hoaks Pilpres 2024, di antaranya:

  1. Anti-politik uang
  2. Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN)
  3. Politisasi SARA
  4. Misinformasi berupa manipulasi gambar hingga yang dapat merusak identitas

“Kerja sama antar-sektor publik, swasta, partisipasi aktif masyarakat merupakan kunci untuk menjaga integritas pemilu,” katanya.

Tenaga Ahli Divisi Pencegahan, Parmas, dan Humas Bawaslu Ronald Manoach mencontohkan salah satu tren misinformasi yang beredar yakni masyarakat yakni menyematkan calon presiden dan wakil presiden alias capres dan cawapres.

Padahal, “secara yuridis dari sisi proses pemilihan, tidak ada calon presiden dan tidak ada calon wakil presiden sekarang, karena ini belum pendaftaran,” ujar Ronald.

Ia khawatir misinformasi seperti itu dapat memicu keresahan masyarakat. Pada Pemilu 2019 misalnya, isu yang beredar yakni SARA.

Sementara tahun depan, menurutnya misinformasi bisa menyasar banyak sisi mulai dari proses perekrutan seleksi. “Karakteristik berpolitik sekarang itu dinamikanya sangat dinamis, sehingga banyak misinformasi dan disinformasi yang kami pantau,” ujar dia.




Reporter: Lenny Septiani