Pembangunan Rendah Karbon Potensi Ciptakan 15 Juta Pekerjaan Baru

ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/tom.
Sejumlah aktivis Greenpeace dan Bike2Work membentangkan spanduk saat aksi memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia di Jalan Sudirman, Jakarta, Minggu (5/6/2022).
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Yuliawati
9/8/2022, 16.15 WIB

Perekonomian Indonesia bisa meraup tambahan sebesar US$ 5,4 triliun setara Rp 80,4 kuadriliun pada 2045 dengan memanfaatkan pembangunan rendah karbon. Benefit tersebut di luar manfaat lainnya dari sisi pengentasan kemiskinan hingga pengurangan emisi karbon.

Estimasi keuntungan tersebut berdasarkan laporan Low Carbon Development Indonesia (LCDI). Dalam laporan tersebut menunjukkan Indonesia juga bisa mencapai pertumbuhan rata-rata 6% setiap tahunnya sampai 2045.

"Pembangunan rendah karbon juga bisa menciptakan 15,3 juta pekerjaan tambahan pada 2045," kata anggota DPR RI Komisi VII sekaligus Anggota Komisioner LCDI Dyah Roro Esti dalam konferensi pers daring, Selasa (9/8).

Jutaan pekerja baru yang tercipta tersebut memiliki karakteristik lebih hijau alias green job dan memiliki nominal gaji yang lebih tinggi. Potensi tambahan pekerja baru ini bisa mengkompensasi hilangnya banyak pekerjaan saat pandemi 2020.

Pekerjaan baru itu pun memberikan gaji lebih besar sehingga akan mendorong daya beli masyarakat makin kuat. Dengan demikian, manfaatnya juga bisa terlihat dari makin berkurangnya angka kemiskinan.

"Kemiskinan ekstrem bisa berkurang menjadi 4,2% dari populasi pada tahun 2045," kata Dyah masih mengutip laporan LCDI.

Dari aspek kesehatan, pembangunan rendah karbon juga bisa membantu menyelamatkan 40 ribu nyawa setiap tahunnya. Hal ini berkat pengurangan polusi udara dan air.

Dari sisi lingkungan, dampaknya terhadap berkurangnya emisi gas rumah kaca hingga 43% pada 2030. Estimasi tersebut bahkan lebih tinggi dari target National Determine Contribution (NDC) Indonesia pada tahun yang sama sebesar 29% dengan usaha sendiri dan 41% dengan bantuan internasional.

Direktur Lingkungan Hidup Bappenas Medrilzam menyebut mayoritas dari bencana yang terjadi di Indonesia berkaitan dengan hidrometeorologi. Bencana ini terjadi tidak lepas dari meningkatnya ancaman perubahan iklim. Dengan meningkatnya ancaman tersebut, Indonesia bisa merugi hingga Rp 544 triliun selama lima tahun sampai 2024.

Potensi kerugian tersebut berasal dari empat sektor kunci. Kerugian dari sektor pesisir dan laut diperkirakan mencapai Rp 408 triliun, sektor air Rp 28 triliun, pertanian Rp 78 triliun dan kesehatan Rp 31 triliun.

"Tahun 2020 kemudian kita menghadapi Covid-19, ini membuat pembangunan kita kembali mundur, padahal kita punya target 2045 untuk menjadi negara maju dan lepas dari jebakan negara berpenghasilan menengah," kata Medrilzam dalam acara yang sama dengan Dyah.

Ia mengatakan transformasi ekonomi menuju lebih hijau menjadi game changer untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi di masa mendatang. Indonesia setidaknya perlu tumbuh rata-rata 6% untuk mencapai target menjadi negara maju pada 2045. Pertumbuhan itu bisa dicapai dengan transformasi ekonomi hijau.

Reporter: Abdul Azis Said