Riset: 10,4 Juta Warga RI Terancam Kehilangan Rumah Imbas Krisis Iklim

ANTARA FOTO/Jojon/aww.
Foto udara beberapa kendaraan melintas di atas jembatan antara Kota Kendari dan Kecamatan Soropia di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, Rabu (5/7/2023).
Penulis: Happy Fajrian
4/4/2024, 21.05 WIB

Studi terbaru dari Climate Central menemukan bahwa sebanyak 10,4 juta jiwa di Indonesia terancam kehilangan rumah mereka akibat banjir pesisir tahunan pada 2030 akibat krisis iklim. Angka tersebut diperkirakan terus naik hingga 61% atau menjadi 16,8 juta jiwa pada 2100.

Secara global, studi terbaru Climate Central yang bertajuk “Ringkasan Penelitian: Perluasan Zona Risiko Kenaikan Air Laut” menemukan bahwa pada abad ini, risiko banjir pesisir tahunan diperkirakan akan meluas ke daratan yang menjadi rumah bagi 93 juta jiwa.

Perubahan iklim yang begitu masif membuat suhu global mengalami kenaikan, membuat gletser dan lapisan es mencair ke lautan, sehingga menyebabkan terjadinya kenaikan permukaan air laut. Hal ini akan memberi dampak berupa hilangnya dataran tinggi di sepanjang pantai dunia.

Ketika air laut naik, daratan yang dulunya aman berada di atas garis pasang surut kini berada di bawah tingkat risiko banjir tahunan, membuat warga menghadapi ancaman yang semakin besar.

Laporan terbaru Climate Central mengenai perluasan zona risiko kenaikan air laut berdasarkan skenario emisi menengah hingga tinggi dari IPCC terbaru dan diterapkan pada data kependudukan untuk menentukan jumlah orang berdomisili di wilayah yang berisiko mengalami peningkatan banjir pesisir karena kenaikan permukaan air laut.

Data ketinggian di bawah analisis ini mewakili pembaruan ekstensif pada bulan Maret 2024 untuk CoastalDEM, Climate Central’s Model elevasi digital berbasis AI. CoastalDEM adalah kumpulan data global dengan tingkat kesalahan terendah untuk lahan pesisir ketinggian, sebagaimana dievaluasi berdasarkan kumpulan data kebenaran dasar global.

Risiko-risiko yang diprediksi di wilayah ini menyoroti tantangan yang semakin besar yang akan dihadapi pemerintah pada tahun-tahun mendatang; untuk memutuskan kebijakan yang melindungi masyarakat dan harta benda dari naiknya air laut ketika populasi yang terkena dampak relatif kecil dan terpencil.

Kebijakan-kebijakan yang tepat tersebut sangat diperlukan jauh sebelum daratan dan rumah-rumah tenggelam di bawah garis pasang surut, karena banjir di wilayah pesisir akan lebih sering terjadi dan mencapai wilayah yang lebih tinggi dan lebih jauh lagi ke daratan, sehingga meningkatkan dampaknya terhadap masyarakat dan perekonomian lokal.

Pada 2022, laporan Indonesia Cerah bersama Koaksi Indonesia menekankan dampak ekonomi akibat kenaikan permukaan air laut.

Jika kenaikan permukaan air laut di Indonesia mencapai 47cm, maka kerugian ekonomi Indonesia diprediksi menembus US$ 3,3 miliar per tahun akibat banjir pesisir, hilangnya lahan, salinisasi lahan pertanian yang sebelumnya produktif, dan migrasi penduduk dari daerah yang terkena dampak.

Angka tersebut diprediksi bakal terus tumbuh seiring dengan tingginya kenaikan permukaan air laut. Ketika kenaikan permukaan air laut mencapai 1,12 m, kerugian ekonomi yang dirasakan Indonesia akan mencapai US$ 7,2 miliar, sementara pada saat kenaikan permukaan air laut mencapai 1,75 m, kerugian ekonomi Indonesia akan menembus US$ 10,3 miliar.

Potensi Dampak Terbesar di Belahan Dunia

Selain Indonesia, negara-negara lain yang juga memiliki jumlah penduduk yang padat, diperkirakan akan mengalami kenaikan signifikan terhadap risiko banjir pesisir pada akhir abad ini.

Negara-negara tersebut adalah Cina, Jepang, India, Bangladesh, Vietnam, dan Thailand. Bersama Indonesia, semua negara tersebut diperkirakan akan mengalami banjir pesisir tahunan pada 2100.

Menurut studi Climate Central, sebanyak 52,5 juta warga Cina terancam kehilangan rumah dan lahannya akibat banjir pesisir pada 2030. Angka ini diprediksi naik 56% pada 2100, menyebabkan 81,7 juta jiwa di Cina berisiko terdampak banjir pesisir.

Di Jepang, sebanyak 7,9 juta jiwa terancam kehilangan rumah dan lahan akibat banjir pesisir pada 2030, kemudian meningkat sampai 60% menjadi 12,7 juta jiwa pada 2100.

Sementara itu, India diperkirakan bakal memiliki 15,7 juta jiwa yang terancam kehilangan rumah dan lahan akibat banjir pesisir pada 2030, lalu meningkat hingga 55% menjadi 24,2 juta jiwa pada 2100.

Kenaikan signifikan juga akan dirasakan Bangladesh. Sebanyak 20,4 juta jiwa terancam kehilangan rumah dan lahan akibat banjir pesisir pada 2030, kemudian meningkat 49% menjadi 30,4 juta jiwa pada 2100.

Dari kawasan Asia Tenggara, sebanyak 18,3 juta warga Vietnam terancam kehilangan rumah dan lahan akibat banjir pesisir pada 2030, lalu naik 40% menjadi 25,6 juta jiwa pada 2100.

Sementara di Thailand, sebanyak 16,1 juta warga diperkirakan bakal kehilangan rumah dan lahan akibat banjir pesisir pada 2030, kemudian meningkat 10% menjadi 17,7 juta jiwa pada 2100.