Perpres EBT Terus Digodok, Pemerintah Pilih Empat Skema Harga Listrik

ANTARA FOTO/Arif Firmansyah
Ilustrasi. Panel surya, salah satu sumber energi baru terbarukan (EBT).
13/7/2020, 19.03 WIB

Pemerintah saat ini tengah menggodok rancangan Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur harga listrik energi baru terbarukan (EBT). Adapun dalam rancangan aturan tersebut, pemerintah menentukan empat skema harga listrik EBT yang akan diterapkan.

Keempat skema tersebut yaitu harga feed in tariff, penawaran terendah, patokan tertinggi, dan kesepakatan. Selain itu, harga listrik EBT juga mempertimbangkan lokasi dari pembangkit listrik.

Direktur Aneka Energi Ditjen EBT dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Harris mengatakan bahwa beleid tersebut masih dalam proses pembahasan. Meski demikian dia tak menjelaskan secara rinci mengenai kapan aturan tersebut terbit.

Di samping itu, Haris juga tak menjelaskan alasan serta pertimbangan dengan diterapkannya empat skema harga listik EBT tersebut. "(Rancangan Perpres EBT) masih proses," ujar dia singkat kepada Katadata.co.id, Senin (13/7).

(Baca: Kementerian ESDM Perbaiki Kualitas Data Panas Bumi Demi Investasi EBT)

Dalam lampiran Perpres EBT, harga Feed in Tariff diberlakukan untuk PLTA, PLTS, PLTB, dan ekspansi PLTS dan PLTB berkapasitas maksimal 20 megawatt (MW), serta PLTBm dan PLTBg termasuk proyek ekspansi maupun sisa produksi listrik (excess power) dengan kapasitas maksimal 10 MW.

Kemudian harga penawaran diterapkan untuk PLTS dan PLTB berkapasitas lebih dari 20 MW, serta PLTBm dan PLTBg lebih dari 10 MW. Adapun, khusus harga patokan tertinggi hanya berlaku untuk PLTP.

Sedangkan harga kesepakatan diterapkan untuk PLTA, PTLS, dan PLTB berkapasitas lebih dari 20 MW, PLTA peaker maupun proyek ekspansi dan penjualan excess power untuk semua kapasitas terkontrak, proyek ekspansi dan excess power PLTBm dan PLTBg berkapasitas lebih dari 10 MW, serta pembangkit listrik bahan bakar nabati (BBN) dan energi laut.

Dalam lampiran Perpres tersebut, harga listrik energi terbarukan juga mempertimbangkan faktor lokasi pembangkit listrik yang menjadi faktor pengali. Faktor lokasi ini terbagi dalam sembilan kelompok dengan besaran 1 sampai dengan 2. Besaran faktor lokasi ini semakin besar untuk daerah Indonesia bagian timur dan pulau-pulau kecil.

(Baca: Kementerian ESDM Pesimistis Bauran Energi EBT 23% Tercapai Pada 2025)

Selain itu Perpres ini juga menetapkan besaran harga pembelian listrik energi terbarukan berdasarkan kapasitas. Harga listrik energi terbarukan juga ditetapkan lebih tinggi di masa awal pembangkit listrik beroperasi, yakni di kisaran 12-15 tahun pertama. Selanjutnya, harga listrik dipatok lebih rendah hingga kontrak berakhir di tahun ke-30.

Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif kembali menegaskan komitmennnya dalam pengembangan di sektor energi bersih. Komitmen ini disampaikan Arifin saat menjadi pembicara dalam pertemuan virtual International Energy Agency (IEA) Clean Energy Transitions Summit, ajang pertemuan global terbesar di bidang energi & iklim.

Arifin mengungkapkan untuk mencapai target dan mendorong investasi energi terbarukan, Pemerintah Indonesia saat ini tengah mempersiapkan Peraturan Presiden tentang Feed in tariff. Di saat yang bersamaan, Indonesia juga menggunakan potensi energi terbarukan untuk menyediakan pasokan energi bagi masyarakat di daerah terpencil dan terluar.

Pemerintah juga menargetkan untuk mengganti semua pembangkit listrik tenaga diesel dalam tiga tahun ke depan. Salah satunya dengan mekanisme co-firing biomassa pada pembangkit listrik batubara untuk mengurangi emisi dan meningkatkan peran energi terbarukan.

"Kami juga berencana untuk menghentikan pembangkit listrik tenaga batubara tua dan menerapkan teknologi energi batubara ramah lingkungan," ujar Arifin.

(Baca: Realisasi Investasi Panas Bumi Hingga Kuartal I 2020 Hanya 15,52%)

Reporter: Verda Nano Setiawan