Serikat Pekerja PLN Menolak Pertamina Jadi Induk Holding Panas Bumi

ANTARA FOTO/Indrayadi TH
Ilustrasi. Serikat Pekerja PLN, Indonesia Power, dan Pembangkitan Jawa Bali menolak penunjukkan Pertamina Geothermal sebagai induk holding panas bumi.
27/7/2021, 13.44 WIB

Serikat Pekerja PT. PLN, Persatuan Pegawai PT. Indonesia Power (PP IP), dan Serikat Pekerja PT. Pembangkitan Jawa Bali (SP PJB) menolak program holding panas bumi. Terlebih, rencana ini akan menjadikan Pertamina Geothermal Energy (PGE) sebagai induk.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Sekjen Serikat Pekerja PLN Bintoro Suryo Sudibyo menilai rencana pembentukan holding ini akan berdampak cukup besar bagi kondisi keuangan PLN ke depan. Pasalnya akan ada proses pengalihan aset milik PLN kepada PGE.

"Holdingisasi ini juga nanti ada proses jual-beli listrik, Power Purchase Agreement (PPA) dengan PLN. Artinya PLN akan membeli dari situ," ujar dia dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (27/7).

Padahal jika aset ini dikelola langsung oleh PLN, maka perusahaan setrum pelat merah ini dapat menghitung langsung besaran Biaya Pokok Penyediaan Pembangkitan. Sementara jika nantinya dikelola oleh PGE, hal ini berpotensi membuat biaya yang harus dikeluarkan PLN membengkak.

Apalagi saat ini PLN juga dibebani oleh skema pembelian listrik dari pihak swasta melalui kebijakan Take or Pay. Mekanisme ini mewajibkan PLN menyerap listrik dari pembangkit IPP dengan minimal yang tertera dalam perjanjian jual beli listrik.

"PLN pakai atau tidak kami wajib untuk membeli 70% dari IPP ini. Dengan logika sederhana, kami punya aset, asetnya diberikan ke orang lain," katanya.

Menurut dia sebenarnya pihaknya tidak menolak rencana holdingisasi, namun serikat pekerja tak setuju jika PGE yang memimpin holding panas bumi. Ia meminta agar sebaiknya holding panas bumi dapat di bawah kendali PLN.

"Kalau holdingisasi nanti PLN pasti wajib beli. Di PLN sedang dikaji jadi ini berat buat PLN. Direksi gak mungkin suarakan ini. Kita harus berdiri independen," katanya. Simak databoks berikut:

Serikat pekerja di PLN Group juga menolak keras rencana Kementerian BUMN yang berniat untuk melakukan Privatisasi dengan cara IPO kepada usaha-usaha ketenagalistrikan yang saat ini masih dimiliki oleh PT PLN dan anak usahanya.

IPO merupakan suatu kegiatan yang pada dasarnya menjual saham yang dimiliki suatu perusahaan kepada pihak lain (swasta). Dengan kata lain, ini menurut Serikat Pekerja ini adalah bentuk privatisasi atau masuknya kepemilikan privat (perorangan/badan) ke dalam saham perusahaan.

Menurut SP PLN Kebijakan memisahkan atau melepas atau mengambil Unit PT PLN dan unit anak perusahaannya adalah bentuk pelanggaran konstitusi yang sangat kasar dan membabi buta.

Adapun saat dikonfirmasi mengenai penolakan tersebut Wakil Menteri BUMN Pahala Mansury tidak merespon pesan yang disampaikan Katadata.co.id. Begitu juga dengan Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga.

POTENSI GEOTHERMAL INDONESIA (ANTARA FOTO/ANIS EFIZUDIN)

Sebelumnya, Pahala memberikan sinyal kuat terhadap Pertamina Geothermal Energy (PGE) untuk memimpin (holding) perusahaan-perusahaan panas bumi pelat merah. PGE dipilih untuk menjawab tantangan dan kebutuhan pengembangan panas bumi yang cukup besar.

Pahala mengatakan pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi diharapkan dapat meningkat hingga dua kali lipat pada 2025. Kapasitasnya ditargetkan meningkat dari yang awalnya 1,2 gigawatt (GW) menjadi 2,5 GW.

Untuk menjangkau target ini dibutuhkan pengembangan dari wilayah kerja panas bumi yang ada baik itu eksplorasi maupun eksisting. Sehingga investasi dengan skala besar sangat diperlukan untuk mencapai target yang dicanangkan tersebut.

"Kajian mengenai siapa yang menjadi induk holding dalam pengembangan panas bumi saat ini, yang berpotensi adalah PGE," kata Pahala dalam acara 'Indonesia Green Summit 2021' secara virtual, Senin (26/7).

Meski begitu, hal tersebut masih memerlukan diskusi lebih lanjut dengan beberapa pihak. Terutama dengan PT Geo Dipa Energi (Persero), dan PT PLN Gas & Geothermal selaku perusahaan pelat merah yang masuk dalam rencana penggabungan ini.

Reporter: Verda Nano Setiawan