Aset Hilir PLN akan Dikonsolidasikan ke PGE dalam Holding Panas Bumi

ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
Pekerja mengisolasi "upstream" dan "downstream control valve rock muffler" pada pemeliharaan Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) milik Pertamina Geothermal Energy (PGE) di Area Karaha, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Selasa (25/2/2020).
29/7/2021, 18.30 WIB

Sementara PLN hanya berstatus sebagai pemilik pembangkit listrik yang hanya berkontrak pada uapnya saja. Ke depannya, PGE dan PLN diharapkan akan mengikat kontrak jual beli.

"Efeknya nanti karena selama ini PLN sebagai pemilik pembangkit hanya berkontrak dengan PGE hanya uap saja bukan listriknya, ke depan kalau sudah terjadi maka keduanya harus berkontrak jual-beli listrik," kata dia.

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebelumnya memberikan sinyal kuat PGE akan memimpin holding perusahaan-perusahaan panas bumi pelat merah. Pemilihan ini demi menjawab tantangan dan kebutuhan pengembangan panas bumi yang cukup besar.

Wakil Menteri BUMN Pahala Mansury mengatakan pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi diharapkan dapat meningkat hingga dua kali lipat pada 2025 menjadi 2,5 gigawatt (GW) dari sebelumnya 1,2 gigawatt.

Untuk menjangkau target ini dibutuhkan pengembangan dari wilayah kerja panas bumi yang ada, baik itu eksplorasi maupun eksisting. Sehingga investasi dengan skala besar sangat diperlukan untuk mencapai target tersebut.

"Kajian mengenai siapa yang menjadi induk holding dalam pengembangan panas bumi saat ini, yang berpotensi adalah PGE," kata Pahala dalam acara 'Indonesia Green Summit 2021' secara virtual, Senin (26/7).

Meski begitu, hal tersebut masih memerlukan diskusi lebih lanjut dengan beberapa pihak. Terutama dengan PT Geo Dipa Energi (Persero), dan PT PLN Gas & Geothermal selaku perusahaan pelat merah yang masuk dalam rencana penggabungan ini.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan