Ridwan Kamil: Mobil Listrik Belum Ideal Kalau PLTU Masih Dominan

ANTARA FOTO/REUTERS/Antonio Bronic
Mobil listrik sedang di isi ulang.
21/9/2021, 15.02 WIB

Keinginan pemerintah menggenjot penggunaan mobil listrik berbasis baterai dinilai belum lengkap jika sumber energi untuk mengisi dayanya berasal dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang berbahan bakar batu bara.

Hal tersebut disampaikan oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat meresmikan pengoperasian PLTS atap di pabrik Danone-AQUA di Mekarsari, Selasa (21/9). "Mobil listrik kita masih belum ideal karena listriknya dari batu bara untuk itu kita dorong agar sumber listrik bisa gunakan listrik bersih," ujarnya.

Ia menyadari saat ini mayoritas pasokan listrik masih berasal dari PLTU batu bara. Oleh sebab itu, pemerintah provinsi Jawa Barat saat ini tengah mendorong pengembangan energi terbarukan secara masif, untuk menyediakan listrik bersih dengan harga murah ke masyarakat, bukannya listrik murah namun mengotori lingkungan.

Apalagi Indonesia sendiri diproyeksikan dapat mencapai 100% energi baru terbarukan (EBT) pada 2050. Meskipun, political will (kemauan politik) di Indonesia belum menghendaki hal itu. "Mudah-mudahan ada political will dari semua pihak. Karena anugerah Tuhan di Indonesia mencukupi untuk kita olah," katanya.

Anggota Komisi VII DPR RI, Dyah Roro Esti menyadari pengembangan EBT secara masif memerlukan political will yang kuat. Mengingat sinyal dunia internasional untuk menuju ke arah energi terbarukan semakin kencang.

Menurut dia DPR dan pemerintah memiliki political will yang sama agar pengembangan EBT di Indonesia semakin masif. "Jadi memang secara sinyal dan komitmen sudah ada namun yang perlu kita tekankan bagaimana kita bisa merealisasikan yang sudah kita nyatakan," ujarnya.

Selain menurunkan konsumsi BBM, kendaraan listrik juga bisa menurunkan emisi karbon. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa sebelumnya menyebut guna mendapatkan kedua manfaat itu maka sumber untuk mengisi baterainya harus dari EBT.

Dari kajian IESR, emission factor di Indonesia sebesar 0,8 kilogram karbondioksida per kiloWatt hour (kWh). Apabila listrik ini untuk kendaraan listrik, maka produksi gas rumah kacanya lebih tinggi daripada kendaraan berbahan bakar minyak. "Ini karena tingginya emisi dari listrik untuk mengisi baterai," kata Fabby.

Di negara-negara Eropa, pembangkit energi terbarukan porsinya lebih besar daripada PLTU. Hal ini membuat faktor emisi dari kendaraan listriknya sekitar 0,3-0,4 kilogram (kg) karbondioksida (CO2) per kilometer (km). Sedangkan di Indonesia, dengan bauran energi saat ini, maka emisi kendaraan listrik mencapai 0,82 kg CO2 per km.

IESR menghitung agar emisi kendaraan listrik dapat berkurang, maka pembangkit energi terbarukan harus mencapai di atas 25% dari keseluruhan pasokan listrik. Target bauran energi 23% di 2025 tidak boleh gagal.

Reporter: Verda Nano Setiawan