Pertamina memproyeksikan kebutuhan investasi untuk proyek CCUS (carbon capture, utilization, and storage) atau penangkapan dan penyimpanan karbon di dua lapangan migas mencapai US$ 500 juta atau sekitar Rp 7,13 triliun. Dana tersebut di luar biaya yang akan dikeluarkan sepanjang CCUS beroperasi.
Pertamina telah menjalin kerja sama dengan ExxonMobil untuk pegembangan teknologi CCUS. Adapun lapangan potensial yang akan dikerjasamakan yakni Gundih dan Sukowati, yang telah mulai pilot project-nya.
"Kami lanjutkan memanfaatkan pengalaman dari ExxonMobil ini untuk dua lapangan di Gundih dan Sukowati," kata Senior Vice President Corporate Strategic Growth at PT Pertamina (Persero), Daniel S Purba, dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Senin (8/11).
Secara rinci, kebutuhan investasi tersebut diperuntukkan untuk pembangunan pipa sepanjang 4 kilometer di lapangan Gundih. Terutama untuk membawa gas ke reservoir yang akan diinjeksikan.
Adapun kebutuhan investasi untuk di lapangan Sukowati untuk pembangunan pipa sekitar 30 kilometer. Sehingga secara total kebutuhan dana yang dibutuhkan mencapai US$ 500 juta, di luar dari biaya operasi.
Saat ini Pertamina sendiri belum mengidentifikasi lapangan mana saja yang akan dikerjasamakan lebih lanjut dengan ExxonMobil. Sehingga, Daniel belum dapat mengestimasi seberapa besar kebutuhan modal untuk proyek CCUS di lapangan lain.
Indonesia menurut dia memiliki potensi yang cukup besar untuk pengimplementasian teknologi ini. "Kami pernah produksi 1 juta barel per hari. Sekarang 700 ribuan, jadi masih banyak reservoir yang dapat dimanfaatkan untuk kita menstorage CO2," kata Daniel.
Seperti diketahui, kerja sama Pertamina dengan Exxonmobil untuk pengembagan CCUS ditandai dengan penandatangan memorandum of understanding (MoU) di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim COP26 di Glasgow, Skotlandia.
Dalam penandatanganan ini, kedua perusahaan sepakat untuk mengevaluasi potensi dari penggunaan teknologi penangkapan karbon, penyimpanan karbon, hingga pemanfaatan hidrogen rendah karbon.
"Kemitraan ini sangat penting untuk mengurangi efek gas rumah kaca dan meningkatkan kapasitas produksi gas minyak nasional," ujar Menteri BUMN Erick Thohir dalam keterangan tertulis, Selasa (2/11).
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menilai kolaborasi tersebut akan memperkuat kemitraan strategis yang berkelanjutan antara Pertamina dan ExxonMobil. Terutama yang telah terjalin sejak tahun 1970-an di sektor hulu serta di sektor hilir beberapa waktu lalu.
"Kombinasi dari kebijakan pemerintah yang tepat dan kolaborasi industri akan berpotensi memberikan dampak yang luar biasa di sektor-sektor yang menyumbang emisi tertinggi, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di Asia Tenggara,” ujarnya.
Dalam rangka menghadapi perubahan iklim global, langkah-langkah pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dianggap sangat penting dilakukan. Ini supaya peningkatan suhu global tidak melebihi 1,5 derajat celcius.
Untuk mengurangi emisi di sektor hulu, Pertamina juga telah menginisiasi beberapa proyek CCUS pada lapangan migas dengan potensi pengurangan emisi karbondioksida hingga 18 juta ton.
Salah satunya yakni, di Lapangan Gundih, Cepu, Jawa Tengah yang terintegrasi dengan teknologi Enhanced Gas Recovery (EGR). Proyek yang ditargetkan beroperasi pada 2026 ini berpotensi mengurangi sekitar 3 juta ton CO2 dalam 10 tahun dan berpotensi meningkatkan produksi migas.