Pemerintah Amerika Serikat (AS) melalui International Development Finance Corporation (IDFC) menjajaki peluang pendanaan atau investasi untuk pengembangan pembangkit listrik yang bersumber kepada energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia.
Chief Executive officer (CEO) IDFC, Scott Nathan, menyampaikan pihaknya telah bertemu dengan sejumlah pelaku usaha pengembangan EBT dari perusahaan sektor pengembang panas bumi, tenaga surya, bayu dan hidrogen. Menurutnya, Indonesia punya potensi sumber daya alam yang memadai untuk penyediaan listrik bersih.
Pemanfaatan beberapa jenis EBT sebagai bahan bakar pembangkit listrik dipercaya dapat menciptakan daya listrik yang konsisten selama 24 jam per hari. Pengembangan pembangkit listrik EBT lintas sektor akan menutup kekurangan pembangkit listrik EBT, yakni intermitensi.
"Hanya beberapa langkah yang masih harus diambil sebelum prosesi pengadaan dan proses tender," kata Nathan kepada wartawan di Hotel Indonesia Kempinski Jakarta pada Rabu (15/3).
Kendati demikian, Nathan belum merinci secara detil ihwal proyek pembangkit listrik EBT yang bakal diberikan pendanaan. Dia juga belum bisa menyampaikan berapa besaran investasi yang bakal disalurkan oleh IDFC.
"Saya optimis bahwa jika kami dapat memeroleh persetujuan, dalam waktu yang cukup singkat, kami dapat mengumumkan pembiayaan kami untuk beberapa proyek tersebut," ujar Nathan.
IDFC berusaha untuk memberikan pijaman pendanaan kepada pelaku usaha yang serius untuk menciptakan seterum dari pembangkit listrik EBT. Nathan menyebut pihaknya telah bertemu beberapa pihak pengembang listrik EBT yang mendorong penciptakan listrik dari tenaga surya berbasis darat maupun terapung.
Lebih lanjut, kata Nathan, Indonesia memiliki peluang besar dalam pemanfaatan hidrogen sebagai bahan bakar masa depan. Hidrogen bisa dimanfaatkan sebagai energi lokal yang mempu menjadi bahan bakar pembangkit listrik. "Pemanfaatan hidrogen untuk listrik membutuhkan teknologi mutakhir," kata Nathan.
Hidrogen digadang-gadang menjadi sumber energi bersih masa depan yang ramah lingkungan. Jenis bahan kimia itu juga dinilai bisa menjadi substitusi dari bahan bakar fosir seperti batu bara, minyak, dan gas bumi.
Sebagai informasi, IDFC adalah lembaga keuangan pembangunan milik pemerintah federal Amerika Serikat. Lembaga keuangan ini berinvestasi dalam proyek pembangunan terutama di negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna, mengatakan bahan bakar hidrogen dapat digunakan sebagai bahan bakar kapal, kereta api, truk berat, dan bus. Selain dimanfaatkan sebagai sumber energi kendaraan, hidrogen juga bisa dijadikan sebagai bahan bakar pada pembangkit listrik.
Meski punya segudang potensi, Feby mengatakan, pengembangan hidrogen di dalam negeri masih belum optimal karena minimnya infrastruktur dan tingkat harga yang belum ekonomis. Selain itu, Feby mengatakan, sejauh ini pemerintah belum mengeluarkan regulasi khusus yang mengatur pengembangan hidrogen.
"Hidrogen ini sangat menjanjikan untuk dekarbonisasi energi masa depan. Namun demikian, terdapat beberapa permasalahan dan tantangan dalam pengembangan hidrogen di Indonesia, yaitu regulasi khusus tentang hidrogen yang belum dikembangkan," kata Feby beberapa waktu lalu, Jumat (11/11/2022).
Menurut Feby, produksi hidrogen di seluruh Indonesia saat ini berkisar antara US$ 5 sampai US$ 10 per kilogram (kg). Harga ini dinilai kurang bersaing dan jauh lebih tinggi dari biaya produksi bahan bakar konvensional lain yang berada di kisaran US$ 4 per kg.
"Kurangnya pembangunan infrastruktur hidrogen dan juga tingginya biaya produksi hidrogen dari energi lainnya Dan ketika kita melihat harganya saat ini tidak bisa bersaing dengan bahan bakar lain," ujar Feby.