Pengembangan Industri Panas Bumi RI Lamban, Perlu Ubah Bisnis Model

PLN
PLN telah lebih dulu melakukan studi terhadap sembilan wilayah kerja yang ditawarkan. Lewat skema GEEDA, pengembangan panas bumi dilakukan melalui kolaborasi antara PLN sebagai off-taker dan investor.
15/1/2024, 13.02 WIB

Selanjutnya, Pemerintah dapat menyediakan program eksplorasi yang mengurangi risiko, dukungan insentif, kebijakan tarif, serta regulasi produksi awal.

2. Pengembangan teknologi panas bumi

Industri perlu berkolaborasi dengan pemangku kepentingan untuk memanfaatkan teknologi dan penelitian demi inovasi dan efisiensi operasional. Julfi mendorong kolaborasi sinergis pemanfaatan teknologi baru untuk sumur dan pembangkit listrik.

“Untuk kita menuju ke early production, teknologi harus ada dan didukung. Juga modular power plant harus dan low to intermediate temperature juga harus didukung,” katanya.

3. Pengembangan produk sekunder dan kredit Karbon

Indonesia harus mengembangkan produk sekunder untuk meningkatkan daya tarik dan kelangsungan proyek panas bumi. Kebijakan yang bisa diambil antara lain, penerbitan peraturan yang menetapkan bahwa kepemilikan kredit karbon adalah milik Independent Power Producers (IPPs).

Kedua, kerangka peraturan untuk produk sekunder dan menciptakan ekosistem yang ideal, misalnya grid sharing.

4. Masalah rantai pasokan

Julfi mengatakan, pemerintah sebaiknya meninjau kembali aturan dan nilai tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dikaitkan dengan situasi industri saat ini. Pemerintah juga perlu memberikan insentif tambahan untuk konten lokal sebagai stimulus pada industri pengeboran dan pembangkit listrik.

“Kalau Power Plant TKDN 30% masih susah. Sekarang IPP sedang bingung dan memutar otak bagaimana caranya ini bisa masuk. Kita ingin peralatan dari Indonesia, tapi kita mohon tolong di review regulasinya dan insentif-insentif kalau ada agar kita segera mulai,” ujarnya.

Halaman:
Reporter: Rena Laila Wuri