ADB Tawarkan Pinjaman untuk Dana Perubahan Iklim hingga Rp 1.160 T

Arief Kamaludin | Katadata
Paparan Ekonomi ADB Tengah Tahun di Jakarta.
Penulis: Yuliawati
23/7/2021, 20.45 WIB

Bank Pembangunan Asia (ADB) menggelontorkan pinjaman pendanaan US$ 80 miliar atau setara Rp 1.160 triliun untuk penanganan perubahan iklim hingga 2030 mendatang. Bantuan diperuntukkan bagi negara anggota ADB, termasuk Indonesia untuk mempercepat penerapan ekonomi hijau.

"Menerapkan transformasi ekonomi dalam keadaan saat ini akan menjadi tantangan, terutama karena ruang fiskal yang terbatas yang dimiliki negara-negara berkembang anggota sebagai akibat dari pandemi," kata Presiden ADB Masatsugu Asakawa saat hadir dalam acara International Climate Change Conference, Jumat (23/7).

Bantuan yang diberikan ADB belum termasuk tambahan investasi sebesar US$ 9 miliar atau sekitar Rp 130 triliun untuk mendukung adaptasi dan ketahanan selama proses transisi di tengah kondisi Covid-19.

ADB menganggap dukungan tersebut penting mengingat Asia dan Pasifik menyumbang lebih dari 50% emisi gas rumah kaca global. Salah satu dampak destruktif dari perubahan iklim salah satunya siklon seroja yang menimbulkan banjir bandang dan longsor di Nusa Tenggara Timur April lalu.

Dalam pertemuan tersebut Asakawa mengatakan penerapan ekonomi hijau dapat menjadi alternatif untuk mempercepat pemulihan ekonomi pasca Covid-19 bagi Indonesia dan negara berkembang Asia lainnya. Indonesia dapat menjadi contoh lantaran akan memimpin negara kelompok 20 ekonomi utama (G20) pada 2022 dan ASEAN pada 2023.

ADB juga berjanji akan memberi dukungan penuh kepada pemerintah untuk merealisasikan model ekonomi baru ini. "ADB akan memberikan dukungan sepenuhnya kepada Indonesia melalui sovereign yang kami miliki dan operasi sektor swasta, serta berbagi pengetahuan," kata Asakawa.

Asakawa menguraikan tiga bentuk dukungan tersebut antara lain, pertama, ADB akan membantu pendanaan untuk membangun jaringan energi bersih lewat pembiayaan beberapa proyek panas bumi dan tenaga surya. Asakawa mengatakan akan membantu pemerintah mengkaji kecukupan anggaran untuk transisi energi khususnya untuk mempercepat pensiun dini pembangkit listrik tenaga batu bara.

Kedua, ADB berjanji membantu pemerintah meningkatkan modal swasta melalui SDG Indonesia One, platform pendaan yang dibuat Kementerian Keuangan 2018 silam. Dukungan permodalan tersebut kata Asakawa salah satunya dengan mendukung penerbitan obligasi berkelanjutan oleh PLN.

Ketiga, ADB berencana untuk mendirikan Blue Finance Hub di kantor perwakilan ADB di Indonesia. Lembaga ini nantinya akan fokus mencarikan pendaan untuk proyek yang berkaitan dengan penanganan ekonomi laut yang berkelanjutan. Langkah ini juga dilakukan ADB di beberapa negara terpilih lainnya di ASEAN.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, mengatakan Indonesia saat ini tengah berusaha mencapai target pengurangan emisi yang dibuat dalam forum UNFCCC pada 2016 lalu. Target tersebut mencakup pengurangan emisi 29% tanpa dukungan internasional dan 41% dengan dukungan internasional.

"Dalam waktu dekat, kami akan menggunakan fase pemulihan ini pasca pandemi Covid-19 untuk mengejar agenda iklim dan keberlanjutan kami," ujarnya.

Terhitung sejak penetapan target 2016, pemerintah mulai mengalokasikan anggaran khusus 4,1% dari APBN setiap tahunnya untuk berbagai proyek penanganan perubahan iklim. Kendati demikian, skema pendanaan swasta juga tengah disusun agar proyek ini tidak sepenuhnya mengandalkan pendanaan publik.

Bentuk pendanaan itu salah satunya lewat rencana aturan nilai ekonomi karbon (NEK) yang di dalamnya juga terdapat ketentuan pajak karbon bagi sejumlah sektor mulai dari transportasi hingga industri.

Reporter: Abdul Azis Said