ADB Luncurkan Mekanisme Pembiayaan Untuk Pensiunkan PLTU di Indonesia

ANTARA FOTO/Syaiful Arif
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tanjung Awar-awar di Desa Wadung, Kecamatan Jenu, Tuban, Jawa Timur.
Penulis: Happy Fajrian
3/11/2021, 19.33 WIB

Asian Development Bank (Bank Pembangunan Asia/ADB) baru saja meluncurkan mekanisme pembiayaan yang bertujuan untuk mempensiunkan dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang berbahan bakar batu bara di Indonesia dan Filipina.

Mekanisme tersebut bernama Energy Transition Mechanism (ETM) yang akan membentuk kemitraan publik-swasta yang akan membeli PLTU dan menghentikan operasionalnya dalam waktu 15 tahun, lebih cepat dari usia normalnya.

ETM akan diujicobakan di Indonesia dan Filipina, dan akan bekerja sama dengan pemerintah dalam melakukan uji kelayakan untuk mendesain model bisnis yang tepat untuk setiap negara dalam mempensiunkan PLTU lebih cepat.

"Indonesia dan Filipina memiliki potensi menjadi pionir dalam menghapuskan batu bara dari bauran energi di Asia, berkontribusi dalam menurunkan emisi gas rumah kaca global, dan menggeser ekonomi mereka ke jalur pertumbuhan rendah karbon," kata Presiden ADB Masatsugu Asakawa seperti dikutip Reuters, Rabu (3/11).

Untuk mengawali pembiayaan ini, ADB mengumumkan bahwa Jepang akan menjadi negara pendonor ETM pertama dengan memberikan hibah sebesar US$ 25 juta atau lebih dari Rp 357 miliar. ADB mengumumkan mekanisme ini pada KTT Iklim PBB COP26 di Glasgow Skotlandia, yang akan berlangsung hingga 12 November mendatang.

Sebagai informasi, PLTU memiliki porsi 67% dalam bauran energi di Indonesia dan 57% di Filipina. Indonesia merupakan negara penghasil emisi karbon atau gas rumah kaca terbesar ke-8 di dunia, serta pengekspor batu bara terbesar di dunia. Simak databoks berikut:

Sebelumnya ADB telah mengumumkan bahwa mereka bekerja sama dengan lembaga keuangan lain untuk meluncurkan inisiatif yang dirancang oleh Kepala Insurance Growth Markets di perusahaan asuransi asal Inggris, Prudential.

Secara keseluruhan, ETM menargetkan untuk mempensiunkan 50% kapasitas PLTU di Indonesia, Filipina, dan Vietnam dalam 10-15 tahun ke depan. Rencana ini akan memangkas emisi karbon hingga 200 juta ton per tahun, atau setara dengan emisi yang dihasilkan 61 juta mobil.

Indonesia Butuh Rp 428 Triliun untuk Pensiunkan Dini PLTU

Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa untuk mempensiunkan PLTU pada 2040, Indonesia membutuhkan bantuan keuangan dari dunia internasional. Pasalnya dana yang dibutuhkan sangat besar, setidaknya mencapai US$ 25-30 miliar atau Rp 357-428 triliun.

Dana tersebut dibutuhkan untuk membangun pembangkit listrik energi baru terbarukan, dan memberikan subsidi implisit sekitar US$ 10-23 miliar atau Rp 142-328 triliun agar harga listrik yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat.

"Jika targetnya 2040, maka kami membutuhkan pendanaan untuk membangun pembangkit listrik EBT. Ini yang menjadi inti permasalahannya. Saya sebagai menteri keuangan menghitung berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk mempensiunkan PLTU," kata Menkeu, seperti dikutip Reuters.

Menurut Sri Mulyani, dana tersebut tidak mungkin jika dibiayai pajak atau APBN. Oleh karena itu ketika dunia bertanya apa yang bisa Indonesia lakukan, "sekarang pertanyaannya adalah apa yang bisa dilakukan dunia untuk membantu Indonesia."

"Presiden selalu mengatakan, 'Saya akan ambisius jika (masyarakat) internasional juga sejalan dengan ambisi ini',” ujarnya.

Sebelumnya ADB juga telah memperhitungan biaya yang diperlukan untuk mempensiunkan dini PLTU di Indonesia. Berdasarkan perhitungan ADB, untuk mempensiunkan dini 50% kapasitas PLTU butuh biaya US$ 1-1,8 juta (Rp 14-25 miliar) per megawatt.

Berdasarkan perhitungan tersebut, maka Indonesia membutuhkan dana Rp 230-415 triliun. Ini jauh lebih tinggi dibandingkan Filipina yang “hanya” membutuhkan dana Rp 71-128 triliun atau Vietnam yang sekitar Rp 128-243 triliun.