McKinsey & Company memperkirakan investasi untuk membangun infrastruktur dan sistem yang diperlukan untuk mencapai target iklim internasional net zero emission atau nol emisi karbon pada 2050 dapat mencapai US$ 9,2 triliun (Rp 131.500 triliun) per tahun.
Angka tersebut US$ 3,5 triliun (Rp 50.000 triliun) per tahun lebih tinggi dari yang digelontorkan dunia saat ini untuk membangun infrastruktur rendah karbon dan transisi energi dari bahan bakar fosil, serta mengubah cara penggunaan lahan.
Analisis ini bertujuan untuk mencari tahu seberapa besar investasi, serta perubahan perilaku yang dibutuhkan untuk memangkas dampak polusi gas rumah kaca menjadi nol pada tahun 2050, sejalan dengan Perjanjian Paris.
Temuan ini menunjukkan bahwa untuk kondisi iklim planet yang stabil, pengunaan batu bara harus dihapuskan secara global pada 2050, dengan produksi minyak dan gas masing-masing turun 50% dan 70%, serta 200 juta pekerjaan baru akan menggantikan 185 juta yang hilang karena transisi ini.
“Investasi sektor tenaga listrik dapat menaikkan harga listrik hingga 25% hingga tahun 2040 dan akan tetap 20% lebih tinggi dari hari ini hingga tahun 2050,” tulis laporan McKinsey, dikutip dari Bloomberg, Selasa (16/2).
Tidak ada yang tahu persis kerusakan yang akan ditimbulkan oleh perubahan iklim yang tidak terkendali di dunia. Tetapi para ilmuwan mengatakan jumlah korban akan jauh lebih berat daripada biaya untuk menghindarinya.
Negara-negara berkembang berada di tempat yang paling sulit, karena mereka harus mengalokasikan porsi dana yang lebih besar dari PDBnya untuk membangun infrastruktur baru rendah karbon. Negara berkembang dan negara yang kaya bahan bakar fosil menghadapi beban terbesar untuk mencapai emisi nol bersih. Simak databoks berikut:
“Mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050 akan membutuhkan kerja sama yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh semua orang, secara global, dari para pemimpin nasional hingga perusahaan hingga konsumen individu,” tulis McKinsey.
McKinsey mengidentifikasi sembilan persyaratan utama yang mencakup tidak hanya infrastruktur rendah karbon, tetapi juga rantai pasok baru untuk memproduksinya, perubahan besar pada alokasi modal dan keuangan, serta dukungan institusi dan publik yang kuat. Teknologi canggih diperlukan, namun tanpa dukungan faktor lainnya tidak akan cukup.
“Ketika kita berpikir tentang teknologi, kita mungkin lebih maju daripada yang disadari orang. Sekitar 85% dari pengurangan emisi yang kita perlukan untuk mencapai nol bersih di Eropa dapat dilakukan dengan teknologi yang ada saat ini” kata Mekala Krishnan, mitra di McKinsey Global Institute.
Laporan ini berpendapat bahwa dampak negatif dari transisi net-zero jauh lebih ringan daripada membiarkan perubahan iklim memburuk. Transisi yang strategis dan terkoordinasi secara dramatis lebih murah daripada transisi ad hoc dan reaktif.
“Ini benar-benar masalah global yang membutuhkan solusi global. Ini akan membutuhkan tingkat kerja sama dan tekad, dan kesatuan tujuan yang melampaui apa yang telah terjadi di masa lalu,” kata Hamid Samandari, mitra senior dan rekan penulis McKinsey.
Meski demikian laporan McKinsey ini bukan peta jalan melainkan tetapi perkiraan kasar tentang apa yang dibutuhkan oleh transisi ekonomi yang dikelola dengan baik, dengan mempertimbangkan segala hal mulai dari infrastruktur hingga ketidaksetaraan.
Ini adalah tugas besar yang disertai dengan beberapa peringatan, di antaranya tidak jelas apakah skenario 1,5°C dapat dicapai sejak awal, atau jalur apa yang akan diambil dunia untuk mencapainya jika itu terjadi.
Dalam Perjanjian Paris, negara-negara sepakat untuk membatasi pemanasan global hingga jauh di bawah 2°C, dibandingkan dengan tingkat pra-industri, dan mengidentifikasi 1,5°C sebagai pilihan yang lebih aman.
Sebuah laporan ilmiah PBB pada 2018 menekankan pentingnya mengakhiri emisi pada tahun 2050 untuk memiliki peluang untuk menjaga kenaikan temperatur dunia di bawah batas 1,5°C.
Perkiraan McKinsey didasarkan pada skenario yang dikembangkan oleh Network for Greening the Financial System, sekelompok lusinan bank sentral yang menukar penelitian dan solusi kebijakan iklim potensial.
Hal ini memungkinkan para peneliti untuk membayangkan tujuan akhir, yakni akhir emisi CO₂ pada tahun 2050, dan bekerja mundur dari sana untuk memperkirakan biaya untuk mencapainya di seluruh ekonomi global.