COP27 Umumkan Proyek Rp1.800 T Untuk Adaptasi Iklim Negara Berkembang
PBB mengumumkan daftar proyek senilai US$ 120 miliar atau Rp 1.883 triliun untuk membantu negara-negara berkembang dalam upaya mengurangi emisi sekaligus untuk beradaptasi dari dampak pemanasan global pada agenda 'finance day' di konferensi iklim Conference of The Parties ke-27 (COP27) di Mesir, Rabu (9/11).
Adapun proyek yang masuk dalam daftar tersebut salah satunya adalah pengerjaan proyek saluran air senilai US$ 3 miliar, sekitar Rp 47 triliun, yang membentang di wilayah bagian selatan Afrika antara Lesotho dan Botswana.
Selanjutnya, ada rencana peningkatan sistem air untuk publik di Kepulauan Mauritius senilai US$ 10 juta, sekitar Rp 157 miliar. Daftar proyek tersebut juga menyasar pada 19 proyek lain di Afrika.
Pakar iklim PBB Mahmoud Mohieldin menjelaskan, daftar proyek ini dirilis setelah dirinyanya bertemu dengan sejumlah pemangku kepentingan di seluruh dunia selama setahun terakhir. Mohieldin berharap, daftar proyek yang dirilis mendapat respon positif dari pihak investor, bank, maupun perusahaan asuransi.
“Kami menunjukkan bahwa peluang investasi yang bernilai memang ada di seluruh ekonomi yang paling membutuhkan pembiayaan,” kata Mohieldin, mengatakan dalam sebuah pernyataan seraya menyertai laporan tersebut, dikutip dari Reuters pada Kamis (10/11).
Laporan daftar proyek tersebut juga menjadi jawaban dari kegelisahan para pemodal maupun sektor swasta yang masih khawatir akan resiko investasi di pasar negara berkembang.
"Kami sekarang membutuhkan kolaborasi kreatif antara pengembang proyek dan keuangan publik, swasta dan konsesi, untuk membuka potensi investasi ini dan mengubah aset menjadi arus kas," ujar Mohieldin.
Di antara beberapa kesepakatan terpisah yang diumumkan pada hari Rabu, Mesir mengatakan telah menandatangani kemitraan untuk program Nexus of Water-Food-Energy (NWFE) untuk mendukung pelaksanaan proyek iklim dengan investasi senilai US$ 15 miliar, sekitar Rp 235,5 triliun.
Prancis dan Jerman juga menandatangani perjanjian pinjaman untuk memperpanjang 300 juta euro atau Rp 4,7 triliun dalam pembiayaan lunak ke Afrika Selatan untuk mendukung peralihannya dari pembangkit listrik tenaga batu bara.
Italia, Inggris dan Swedia termasuk di antara para donor yang menjanjikan lebih dari US$350 juta atau Rp 5,5 triliun untuk mendanai solusi berbasis alam untuk krisis iklim di negara-negara termasuk Mesir, Fiji, Kenya dan Malawi.
Adapun himpunan lebih dari 85 perusahaan asuransi Afrika juga berjanji untuk memberikan pendanaan senilai US$ 14 miliar, sekitar Rp 220 triliun, untuk membantu kelompok paling rentan di Arfika dalam menghadapi risiko bencana iklim seperti banjir dan kekeringan.
Selanjutnya, menurut sebuah laporan dari pemberi pinjaman yang diperoleh Reuters, bank-bank pembangunan terkemuka dunia meminjamkan US$ 51 miliar, atau Rp 800,6 triliun, kepada negara-negara miskin pada 2021, dengan investor swasta hanya menyumbang US$ 13 miliar, sekitar Rp 204,1 triliun.