COP27: Negara Berkembang Butuh Pendanaan Iklim Rp 15.700 T per Tahun

Happy Fajrian
9 November 2022, 08:49
cop27, dana iklim, perubahan iklim, pendanaan iklim
UN Climate Change
Simon Stiell, Sekretaris Eksekutif UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change), dalam acara pembukaan konferensi pers COP27 di Mesir (6/11/2022).

Sebuah laporan yang dirilis pada konferensi iklim PBB, Conference of The Parties ke-27 atau COP27 di Mesir, menyebutkan bahwa negara-negara berkembang membutuhkan dana hingga US$ 1 triliun atau sekitar Rp 15.698 triliun per tahun hingga 2030 untuk mendanai aksi iklimnya.

Dana tersebut diperlukan untuk mengurangi emisi karbon, meningkatkan ketahanan dan menangani kerusakan akibat perubahan iklim, serta memulihkan alam dan tanah. Dana tersebut sebagai pendanaan eksternal untuk melengkapi pendanaan dari masing-masing negara.

“Dunia membutuhkan terobosan dan peta jalan baru tentang pendanaan iklim yang dapat memobilisasi US$ 1 triliun per tahun dalam bentuk pendaaan eksternal yang akan dibutuhkan pada 2030 oleh negara berkembang selain Cina,” tulis laporan yang dikerjakan bersama oleh Inggris dan Mesir, dua negara tuan rumah COP26 dan COP27, dikutip Reuters, Rabu (9/11).

Laporan tersebut menyatakan total kebutuhan investasi tahunan negara-negara berkembang akan mencapai US$ 2,4 triliun (sekitar Rp 37.675 triliun) pada 2030, dengan setengahnya berasal dari pembiayaan eksternal dan sisanya dari sumber publik dan swasta di negara-negara tersebut.

Adapun Investasi saat ini baru mencapai sekitar US$ 500 juta (Rp 7,85 triliun), tulis laporan tersebut. Oleh karena itu peningkatan terbesar harus datang dari sektor swasta, baik domestik maupun asing, sementara aliran tahunan dari bank pembangunan harus dinaikkan tiga kali lipat.

Pinjaman lunak, yang menawarkan persyaratan yang lebih menguntungkan daripada pasar, juga harus ditingkatkan. “Membuka pendanaan iklim yang substansial adalah kunci untuk memecahkan tantangan pembangunan saat ini,” kata Vera Songwe, salah satu penulis laporan tersebut.

Ini berarti negara-negara harus memiliki akses ke pembiayaan berbiaya rendah yang terjangkau dan berkelanjutan dari bank-bank pembangunan multilateral untuk membantu mengumpulkan investasi dari sektor swasta dan filantropi.

Laporan tersebut juga menyerukan agar hibah dan pinjaman berbunga rendah dari pemerintah negara maju meningkat dua kali lipat dari US$ 30 miliar (Rp 470,9 triliun) per tahun saat ini menjadi US$ 60 miliar (Rp 941,9 triliun) pada 2025.

Adapun masalah pembiayaan berkelanjutan menjadi fokus bahasan delegasi pada KTT iklim PBB di Mesir hari ini, Rabu (9/11).

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...