Pemerintah telah menyepakati pernyataan bersama atau joint statement terkait komitmen pendanaan transisi energi melalui kemitraan Just Energy Transition Partnership (JETP). Nilainya mencapai US$ 20 miliar atau sekitar Rp 310 triliun.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengatakan perjanjian yang dtertulis di joint statment merupakan persyaratan yang tak mengikat. Artinya, Indonesia tak akan terkena sanksi maupun denda apabila tak mencapai komitmen di pernyataan tersebut.
Adapun salah satu persyaratan pembiayaan yang tertulis adalah Indonesia harus membatasi puncak emisi ketenagalistrikkan pada tahun 2030 dengan emisi tidak lebih dari 290 megaton (MT) karbon dioksida atau CO2. Angka ini lebih rendah dari target pemerintah sebelumnya 357 MT.
"Itu perjanjiannya tidak mengikat. Jadi kita juga hati-hati yang soal begitu. Ini bukan perjanjian internasional yang mengikat," kata Dadan saat ditemui di Gedung Nusantara I DPR pada Senin (21/11).
Setelah menyepakati pendanaan iklim JETP, pemerintah kini sedang menyiapkan rencana investasi yang fokus pada tiga poin utama. Ketiganya yakni mendanai pensiun dini PLTU, mempercepat penambahan energi terbarukan di dalam sistem energi Indonesia, dan mengakselerasi target net zero emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat.
"Inti dari perjanjian itu adalah mereka akan bantu kalau kita bergerak," ujar Dadan. Pendanaan JETP ini disalurkan lewat pembagian porsi hibah dan pinjaman lunak yang besaran persentasenya ditentukan dari rencana investasi tersebut.
Dalam dokumen pernyataan bersama antara pemerintah Indonesia dan negara donor JETP, salah satu rencana aksi yang harus diselesaikan yaitu menyusun rencana investasi terkait kebutuhan pendanaan untuk proyek transisi energi dalam waktu enam bulan.
"Soal besaran hibah dan pinjamannya kita belum detil ya. tiga sampai enam bulan ini kita detilkan. Menurut saya pinjaman itu kan penting untuk investasi," jelasnya. "Kalau misalnya sekarang kita dapat bunga di dalam negeri 10%, terus di luar negeri kita dapat 2% kan itu bagus. Pinjaman murah ini yang kita kejar."
Adapun beberapa komitmen yang disepakati dalam pernyataan bersama pemerintah Indonesia dengan negara donor JETP yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS) dan Jepang di antaranya:
- Mencapai puncak emisi ketenagalistrikan pada 2030 dengan total emisi tak lebih dari 290 mega ton (MT) CO2 (lebih rendah dari target awal sebesar 357 MT CO2), dan terus turun untuk mencapai net zero emission, nol emisi karbon di sektor ketenagalistrikan pada 2050, termasuk dengan percepatan penghentian (pensiun dini) pembangkit batu bara, bergantung pada dukungan internasional.
- Mempercepat pemanfaatan energi terbarukan sehingga porsinya mencapai setidaknya 34% dari seluruh pembangkit listrik (bauran energi pembangkit listrik) pada 2030.
- Mempercepat pensiun dini pembangkit listrik tenaga batu bara, dengan dukungan IPG, sebagaimana diprioritaskan dan diidentifikasi oleh Pemerintah Indonesia dalam Rencana Investasi dan Kebijakan JETP sebagai elemen yang diperlukan untuk mencapai target di atas.
- Membatasi pengembangan PLTU sesuai dengan Perpres 112/2022 dan berkolaborasi untuk mencari dan menerapkan potensi solusi nol emisi dan terbarukan untuk fasilitas pembangkit listrik di luar Jawa-Bali, termasuk fasilitas captive power atau PLTU mandiri.
- Membekukan rencana pembangunan PLTU batu bara on-grid dalam pipeline, termasuk yang di dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, dan moratorium penuh pembangunan PLTU batu bara baru sesuai dengan Keputusan Presiden tentang Energi Terbarukan (Perpres 112/2022).