Dalam sebulan terakhir, investor kripto tengah dirundung "awan gelap", menyusul harga mata uang kripto atau cryptocurrency seperti Bitcoin atau BTC dan Terra Luna yang anjlok. Berdasarkan catatan Katadata, per Jumat (13/5), salah satu token kripto Terra Luna dengan kode perdagangan LUNA ambrol 99,98 % ke harga Rp 0,5 per koin. Harga ini merosot nyaris 100% dari harga sebelumnya, yakni Rp 1.768,27 per koin.

Penurunan nilai tukar koin LUNA juga turut mengerek turun nilai kapitalisasi pasarnya hingga 30,4 % menjadi US$ 259,02 juta atau sekitar Rp 3,8 triliun. Sebelum harga LUNA merosot, token satu ini sempat berada di peringkat ke-9 sebagai aset kripto terbesar di dunia, dengan kapitalisasi pasar US$ 27 miliar.

Fenomena turunnya harga uang kripto tersebut, mendorong para pemimpin kripto dari 15 negara mengadakan konferensi blockchain Everpoint di Bali, 6 - 7 Mei lalu. Pertemuan itu membahas kerangka peraturan terkait mata uang kripto yang mulai berubah di berbagai negara.

Tak hanya itu, para pemimpin juga membahas bagaimana teknologi blockchain dapat diselaraskan dengan prinsip environment, social, and good governance atau ESG. Salah satu mata uang kripto yang bisa dijadikan penjaga volatilitas nilai adalah stablecoin

Pengertian Stablecoin

Secara harfiah, stablecoin bisa diartikan sebagai suatu mata uang yang nilainya dipatok atau diikat dengan referensi eksternal, seperti mata uang, komoditas, atau instrumen keuangan lain. Dilansir dari Investopedia, stablecoin bertujuan untuk memberi alternatif atas volatilitas tinggi dari salah satu mata uang kripto yang paling populer, yakni Bitcoin. 

BTC dikenal sebagai mata uang digital yang menawarkan privasi dan kecepatan transaksi. Di lain, nilai tukar BTC cenderung fluktuatif sehingga menimbulkan risiko transaksi yang tinggi di pasar. Sementara itu, sebagai alat tukar yang sah, mata uang harus memiliki nilai yang relatif stabil, sehingga daya beli mata uang pun stabil. 

Di sisi lain, uang konvensional atau uang fiat yang biasa dipakai itu memiliki nilai tukar yang cenderung stabil namun harus melewati proses transaksi yang lebih lama. Untuk itu, kehadiran stablecoin diharapkan mampu mengatasi masalah volatilitas, dengan menjanjikan mata uang kripto yang stabil dengan mematok harganya pada aset seperti uang fiat dan komoditas lainnya. Berikut grafik pergerakan mata uang kripto terbesar selama setahun terakhir yang dirangkum dalam Databoks:

Ragam Stablecoin

Investopedia membagi tiga jenis stablecoin berdasarkan mekanisme yang digunakan untuk menstabilkan nilai BTC, yakni:

  • Stablecoin dengan jaminan fiat. 

Mata uang ini menjamin nilai tukarnya dengan mempertahankan cadangan mata uang fiat seperti dolar Amerika Serikat (AS). Selain mata uang fiat, stablecoin ini juga berpatokan pada nilai komoditas lainnya, seperti logam mulia baik emas dan perak, kemudian minyak mentah. 

Cadangan dolar AS yang dijadikan jaminan oleh stablecoin ini dikelola oleh bdan kustodian independen dan diaudit secara berkala. Dua stablecoin populer adalah Tether atau USDT dan TrueUSD atau TUSD yang didukung oleh cadangan dolar AS dan bernilai hampir setara dengan dolar AS. Hingga hari ini, USDT menjadi mata uang kripto yang memiliki nilai kapitalisasi pasar tertiga terbesar di dunia dengan total US$ 74,1 miliar atau setara Rp 1,04 triliun (kurs Rp 14.500)

  • Stablecoin dengan jaminan kripto

Stablecoin ini mempertahankan nilai tukarnya dengan didukung oleh cadangan mata uang kripto lainnya. Karena mata uang kripto rentan dengan volatilitas nilai, terkadang stablecoin jenis ini dijaminkan secara berlebihan. Maka, nilai mata uang kripto yang dicadangkan melebihi nilai stablecoin yang diterbitkan. 

Salah satu contoh stablecoin jenis ini adalah DAI yang dikeluarkan oleh MakerDAO. Mata uang ini biasa digunakan di blockchain Ethereum (ETH) yang bertujuan untuk menjaga nilainya agar sedekat mungkin dengan satu dolar AS. stablecoin ini didukung oleh ETH dan mata uang kripto lainnya senilai 150 % dari stablecoin DAI yang beredar.

  • Stablecoin algoritmik

Jenis stablecoin ini bisa jadi tidak memiliki aset cadangan, namun mereka menjaga nilai dengan mengontrol suplai melalui algoritma. Sistem ini tidak jauh berbeda dari bank sentral yang tidak bergantung pada aset cadangan untuk menjaga mata uang yang mereka keluarkan. Perbedaannya adalah bank sentral menetapkan kebijakan moneter berdasarkan parameter dan status yang dimiliki sebagai badan penerbit mata uang yang sah.

Stablecoin algoritmik tidak memiliki aset cadangan, maka penerbitnya tidak dapat mundur dalam keadaan krisis. Salah satu contohnya adalah harga stablecoin algoritmik TerraUSD atau UST yang nilainya anjlok lebih dari 60 % pada bulan ini.

Token stablecoin algoritmik satu ini dijamin oleh aset kripto Terra, yaitu token LUNA. Singkatnya, pergerakan harga token LUNA akan bergantung pada nilai koin UST, begitu juga sebaliknya.

Reporter: Amelia Yesidora