Tak jarang banyak di antara kita yang mengeluhkan situasi kala buruh melakukan kegiatan demonstrasi (demo). Alasan yang sering mengemuka adalah, demo buruh mengganggu aktivitas sehari-hari, termasuk aktivitas kerja.
Di lain waktu, banyak pula di antara kita yang sumringah ketika upah minimum naik, meski hanya sedikit. Padahal, kenaikan tersebut berkat demo yang dilakukan para buruh sebelumnya.
Perasaan kesal ketika buruh berdemo, namun gembira ketika upah minimum naik, tentu tidak bisa dipersalahkan. Pasalnya, banyak orang, terutama yang menyebut dirinya pekerja atau karyawan, tidak sadar bahwa dirinya sebenarnya adalah juga seorang buruh.
Nah, apa sebenarnya buruh itu, dan seperti apa klasifikasinya dilihat dari status dan jenis penghasilannya? Simak ulasan berikut.
Pengertian Buruh
Menjadi buruh merupakan kondisi objektif. Artinya, status sosial buruh tidak ditentukan berdasarkan apakah seseorang merasa atau tidak, maupun sadar atau tidak.
Menjadi seorang buruh merupakan kondisi di luar pemaknaan dalam diri seseorang tentang istilah buruh itu sendiri. Inilah mengapa hal tersebut disebutkan kondisi objektif. Sebab, makna buruh sendiri lepas dari prasangka subjektif seseorang.
Untuk menjelaskan pengertian dari istilah buruh, dapat merujuk pada definisi yang tertera dalam ketentuan mengenai ketenagakerjaan. Di Indonesia, aturan yang berlaku adalah UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juncto UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).
Dalam Pasal 1 Ayat (3) UU Ketenagakerjaan, buruh diartikan sebagai setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Artinya, seorang manajer atau karyawan bank misalnya, sejatinya adalah seorang buruh.
Definisi buruh sedemikian luas, karena UU sendiri tidak mengatur perbedaan soal status. Ketika ada hubungan dan perjanjian kerja, maka pihak yang menerima penghasilan, disebut buruh.
Dalam Pasal 1 Ayat (15) UU Ketenagakerjaan, dijelaskan bahwa perjanjian kerja memenuhi harus memenuhi unsur adanya pekerjaan, upah dan perintah. Artinya, ketentuan dalam perundang-undangan yang berlaku tidak menjelaskan harus ada tempat kerja tertentu yang membuat seseorang disebut buruh.
Misalnya, jika seseorang mendapat pekerjaan, dengan hanya perjanjian yang disepakati hanya melalui perangkat pesan singkat, contohnya WhatsApp. Dan atas pekerjaan tersebut seseorang mendapatkan uang atau kompensasi apapun, maka sudah bisa disebut buruh berdasarkan pengertian UU.
Pun demikian, ketika seseorang menerima suatu pekerjaan dalam jangka pendek, oleh beberapa pemberi kerja, maka bisa juga disebut buruh. Profesi ini dikenal sebagai buruh lepas, atau bahasa kerennya "freelance".
Klasifikasi Buruh
Ada beberapa sudut pandang untuk mengklasifikasikan buruh. Secara umum, buruh dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yakni keahlian, dan statusnya, apakah tetap atau tidak tetap.
1. Buruh Berdasarkan Keahlian
Mengutip ekrut.com, berdasarkan keahliannya, buruh dapat dibagi menjadi dua, yakni terampil dan buruh kasar. Berikut ini, penjelasan secara perinci mengenai klasifikasi buruh dilihat dari keahliannya.
- Buruh Terampil
Istilah buruh terampil kerap disebut sebagai pekerja profesional. Istilah ini merujuk pada tenaga kerja terdidik, yang bekerja dengan kualifikasi pendidikan tertentu, serta dalam beberapa bidang diharuskan memiliki lisensi.
Buruh profesional disebut juga dengan istilah white collar worker atau pekerja kerah putih. Umumnya, buruh profesional bekerja di kantoran dengan memakai pakaian formal. Entah itu dengan mengenakan pakaian putih, jas, kemeja, celana panjang, dasi dan lainnya.
Buruh jenis ini, biasanya bekerja di bagian manajemen, koordinasi penjualan, administrasi, dan bagian lainnya. Biasanya, gaji buruh profesional diberikan secara rutin.
- Buruh Kasar
Klasifikasi ini merujuk pada tenaga kerja manual, lebih mengandalkan kemampuan fisik dibandingkan keahlian atau kualifikasi yang didapatkan dari pendidikan tinggi. Buruh yang masuk klasifikasi ini, sering juga disebut sebagai pekerja kerah biru atau blue collar worker.
Karena lebih mengandalkan fisik, jenis pekerjaan untuk buruh tidak terampil ini tak mensyaratkan adanya kualifikasi pendidikan tinggi, maupun adanya lisensi/sertifikasi. Sebab, bidang pekerjaan tidak mengharuskan adanya kegiatan melakukan analisis suatu permasalahan.
Meski pekerja kerah biru tidak membutuhkan pendidikan tinggi, namun ada beberapa jenis pekerjaan yang mengharuskan adanya keterampilan di bidang tertentu. Misalnya, untuk konstruksi, manufaktur, penambangan, perbaikan dan pemeliharaan. Beberapa keahlian untuk bidang pekerjaan ini, didapatkan dari pelatihan, yang umumnya diberikan oleh pemberi kerja.
2. Buruh Berdasarkan Status Pekerjaan
Dilihat dari sudut pandang status pekerjaan, buruh dapat dibagi menjadi dua, yakni tenaga kerja tetap dan berstatus lepas. Status yang melekat ini juga berpengaruh terhadap upah yang diterima.
- Tenaga Kerja Tetap
Yang dimaksud dengan tenaga kerja tetap, adalah orang yang bekerja dengan perjanjian kerja untuk jangka waktu tidak tertentu atau permanen.
Mengutip Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi, tenaga kerja tetap dapat dibagi menjadi dua.
Pertama, tenaga kerja yang menerima maupun memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur. Ini termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung.
Kedua, tenaga kerja yang bekerja berdasarkan kontrak jangka waktu tertentu, sepanjang tenaga kerja yang bersangkutan bekerja penuh dalam pekerjaan tersebut.
- Tenaga Kerja Lepas
Tenaga kerja lepas adalah orang yang bekerja, dan menerima penghasilan apabila melakukan suatu pekerjaan tertentu. Tenaga kerja lepas biasanya dihitung berdasarkan jumlah hari kerja, atau jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan.
Tenaga kerja lepas dibayar, atau diberikan upah sesuai dengan beban pekerjaan yang dikerjakan dan diselesaikan. Hak dari tenaga kerja lepas adalah mendapatkan gaji sesuai pekerjaan dan waktu mereka. Biasanya buruh yang masuk kategori ini bersifat kontrak, dan ketika kontrak selesai hubungan antara pekerja dan pemberi kerja juga selesai.
Tenaga kerja lepas juga dibedakan menjadi empat dalam hal jenis upah yang diterima. Pertama, upah harian, yang merupakan jenis imbalan yang diterima atau dibayarkan secara harian. Kedua, upah mingguan, yakni jenis imbalan yang diterima secara mingguan.
Ketiga, upah satuan, yaitu jenis imbalan yang diterima oleh buruh berdasarkan jumlah unit hasil pekerjaan yang diselesaikan. Keempat, upah borongan, yang merupakan jenis imbalan yang diterima berdasarkan penyelesaian suatu jenis pekerjaan tertentu.