Memahami Seluk-beluk Suku Bunga Acuan, Pengertian dan Fungsinya

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Ilustrasi, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (tengah) bersama Deputi Gubernur Senior Destry Damayanti (kanan) dan Erwin Rijanyo, menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia.
Editor: Agung
25/8/2022, 15.11 WIB

4. Instrumen Pendorong Pertumbuhan Ekonomi

Salah satu fungsi suku acuan bunga adalah sebagai instrumen yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Fungsi ini dijalankan dengan menurunkan suku bunga acuan, untuk menambah jumlah uang yang beredar. Hal ini dilakukan untuk memudahkan masyarakat melakukan pinjaman untuk berbagai keperluannya.

Misalnya, penurunan suku bunga acuan di masa awal-awal pandemi Covid-19, agar pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dimudahkan saat mengajukan pembiayaan bisnis agar tetap bertahan.

Penurunan suku bunga acuan, yang diikuti dengan penurunan bunga kredit, dapat dimanfaatkan pelaku usaha untuk mengajukan pembiayaan produktif untuk memperbesar skala usaha. Ini pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Mengenal BI-7 Day Reverse Repo Rate

Seperti telah disebutkan sebelumnya, suku bunga acuan yang saat ini berlaku di Indonesia adalah BI-7 Day Reverse Repo Rate. Suku bunga ini, berlaku efektif pada 19 Agustus 2016.

Penggunaan BI-7 Day Reverse Repo Rate memungkinkan bank-bank umum menarik kembali dana yang mereka simpan di BI dalam tempo tujuh hari. Secara sederhana, BI-7 Day Reverse Repo Rate merupakan suku bunga bagi Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang bertenor tujuh hari serta kelipatannya.

Dinamakan "reverse repo", karena BI seperti meminjam dana dari bank-bank umum dengan "janji" pengembalian setelah 7, 14, 21, dan seterusnya.

Suku bunga acuan baru ini selalu lebih rendah dibandingkan dengan BI Rate, karena tenornya jauh lebih singkat daripada tenor SBI 12 bulan. Ini berkaitan erat dengan prinsip bahwa semakin pendek jangka waktu penyimpanan uang, semakin rendah tingkat bunganya.

Baik BI Rate maupun BI-7 Day Reverse Repo Rate tidak memiliki sifat "memaksa". Artinya, ketika BI menaikkan suku bunga acuan, bank-bank umum memiliki kebebasan untuk ikut menaikkan bunga simpanan atau tidak. Begitu juga sebaliknya.

Keputusan BI menerapkan BI-7 Day Reverse Repo Rate diterapkan, berlandaskan pada salah satu fungsi BI selaku bank sentral, yakni mengendalikan jumlah uang beredar.

Saat jumlah uang beredar sedang tinggi, dan inflasi naik, BI akan menaikkan BI rate. Misalnya, BI rate dinaikkan dari 6,75% menjadi 7%. Akibatnya, insentif bagi bank-bank umum untuk menyimpan dana mereka di BI meningkat. Biasanya, kebijakan ini akan diikuti dengan kenaikan bunga simpanan di bank umum.

Naiknya tingkat bunga simpanan menjadikan masyarakat lebih memilih untuk menyimpan uang mereka di bank ketimbang membelanjakannya. Akhirnya, jumlah uang yang beredar di pasar berangsur-angsur turun dan inflasi kembali terkendali.

Jika inflasi sudah turun dan BI dapat menurunkan BI rate untuk menambah jumlah uang yang beredar, demi menstimulus pertumbuhan ekonomi. Namun, penurunan BI rate ini tidak bisa membuat bank umum dapat serta-merta menarik dana mereka dari BI sebelum jangka waktu 12 bulan.

Artinya, ada lag yang cukup panjang sampai objektif pertumbuhan ekonomi tadi dapat dicapai. Panjangnya lag ini, menjadi salah satunya alasan BI menggantikan BI rate dengan BI-7 Day Reverse Repo Rate, sebagai suku bunga acuan.

Jangka waktu penyimpanan yang relatif singkat, menjadikan BI-7 Day Reverse Repo Rate instrumen yang lebih efektif untuk mempengaruhi jumlah uang beredar.

Ketika BI menurunkan BI-7 Day Reverse Repo Rate untuk merangsang pertumbuhan ekonomi, bank-bank umum pemilik SBI bertenor 7 hari (maupun kelipatannya) dapat menarik kembali dana mereka dalam waktu yang relatif singkat, tidak perlu menunggu sampai jangka waktu 12 bulan berakhir. Hasilnya, jumlah uang beredar akan segera naik dan pertumbuhan ekonomi meningkat lebih cepat.

Halaman: