Mengenal Macam-macam Istilah Penting Perpajakan dalam Jual Beli Rumah
Membeli rumah merupakan salah satu transaksi yang perlu dipertimbangkan dengan matang. Tak hanya soal lokasi dan infrastruktur di sekitarnya, aspek perpajakan juga perlu menjadi faktor yang dilihat oleh calon pembeli rumah.
Bicara soal aspek perpajakan dalam kegiatan jual beli rumah, banyak istilah yang harus diketahu. Sebab, istilah-istilah yang dimaksud, memang jarang dipergunakan dalam percakapan sehari-hari.
Nah, apa saja istilah-istilah penting terkait aspek perpajakan dalam kegiatan jual beli rumah? Simak ulasan singkat berikut ini, dilansir dari online-pajak.com.
1. Nilai Jual Objek Pajak
Istilah perpajakan yang pertama dalam transaksi jual beli rumah, adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Ini merupakan nilai dasar rumah yang akan dijual.
Besarnya NJOP ditetapkan oleh negara, dan digunakan sebagai dasar penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pemerintah telah menetapkan NJOP dan nilainya berbeda untuk setiap wilayah. Jadi, nilai NJOP dapat ditemukan di dalam dokumen pembayaran PBB rumah.
NJOP yang diterbitkan pemerintah adalah NJOP per meter, di mana nilainya dapat digunakan untuk perhitungan menentukan harga dasar rumah. Untuk menemukan harga dasar rumah, rumus yang digunakan adalah mengalikan NJOP dengan luas tanah dan bangunan.
Umumnya, harga jual rumah lebih besar dari NJOP karena ada pertimbangan lain seperti akses jalan dan fasilitas umum lainnya. Kemudian, memperhitungkan juga kualitas bangunan, serta kondisi rumah.
2. Pajak Penghasilan
Istilah perpajakan lainnya yang penting dalam transaksi jual beli rumah, adalah Pajak penghasilan (PPh). Ini adalah pajak yang wajib dibayar oleh penjual rumah setelah mendapatkan pendapatan dari transaksi jual beli rumah. Tarif PPh yang dikenakan adalah 5% dari harga rumah.
3. Nilai Perolehan Objek Tidak Kena Pajak
Nilai Perolehan Objek Tidak Kena Pajak atau NPOTKP, ditentukan oleh masing-masing pemerintah daerah (Pemda) dengan mengacu pada Undang-undang (UU) Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jumlah NPOTKP menjadi faktor pengurang untuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
4. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Istilah perpajakan berikutnya, adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau BPHTB. Ini merupakan jenis pajak jual beli rumah yang dibebankan pada pembeli rumah. Rumus menghitung BPHTB adalah 5% x harga jual rumah dikurangi NPOTKP.
Dibayarnya pajak BPHTB ini oleh pembeli, merupakan bukti bahwa yang bersangkutan sudah memegang hak penuh atas properti yang dibelinya.
5. Nilai Perolehan Objek Pajak
Nilai Perolehan Objek Pajak atau NPOP adalah harga transaksi dari rumah yang diperjualbelikan. NPOP ditentukan berdasarkan kesepakatan antara penjual dan pembeli. Biasanya, penjual menawarkan harga lalu pembeli diperbolehkan untuk melakukan negosiasi.
NPOP bisa jadi lebih murah atau lebih mahal dari NJOP yang sudah ditetapkan pemerintah di wilayah rumah berada.
Penanggung Pajak dan Biaya Administrasi Jual Beli Rumah
Sebagai informasi, biaya-biaya yang timbul dari proses jual beli rumah tidak semuanya ditanggung oleh penjual. Sejumlah pajak dan biaya administrasi memang harus dibayar oleh pembeli, meski ada pula yang bisa ditanggung kedua belah pihak sesuai kesepakatan.
Misalnya, PPh yang harus dibayar oleh penjual dan BPHTB yang menjadi kewajiban pembeli. Sementara itu, biaya lain seperti penggunaan jasa notaris, biaya pengecekan sertifikat, dan biaya pindah alih sertifikat bisa dibagi menjadi tanggung jawab penjual dan pembeli.
Dalam menggunakan jasa notaris, biasanya yang ditunjuk adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berdomisili di wilayah rumah yang diperjualbelikan.
Biaya jasa PPAT sudah baku sesuai dengan standar yang ditentukan oleh pemerintah. Untuk meringankan biaya bagi kedua belah pihak, penjual dan pembeli bisa bersepakat untuk membagi dua beban biaya ini.
Contoh Penghitungan Perpajakan Jual Beli Rumah
Dalam transaksi jual beli rumah, salah satu komponen perpajakan yang wajib dibayarkan adalah BPHTB. Cara menghitung BPHTB adalah dengan mengurangi harga transaksi (NPOP) dengan NPOTKP.
Misalnya, sebuah rumah di wilayah DKI Jakarta memiliki NPOP senilai Rp 500 juta. Berdasarkan aturan yang ada, NPOPTKP di wilayah tersebut ditetapkan senilai Rp 80 juta. Maka BPHTB yang harus dibayar pembeli adalah:
5% x (NPOP – NPOPTKP)
= 5% x (Rp 500 juta-Rp 80 juta)
= 5% x Rp 420 juta
= Rp 21 juta
Sebagai informasi, BPHTB muncul bukan hanya saat wajib pajak membeli rumah, tetapi juga saat menerima rumah sebagai hasil waris atau hibah.
Komponen berikutnya yang muncul adalah PPh. Penghitungan PPh ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 tahun 2016 tentang Tarif Baru PPh Final atas Pengalihan Hak atas Tanah/Bangunan, yakni 2,5%.
Jika sebuah rumah memiliki NPOP sebesar Rp 500 juta. Besaran PPh yang harus dibayarkan oleh penjual adalah:
2,5% x Rp500 juta = Rp12,5 juta.