Memahami 7 Asas Pemungutan Pajak di Indonesia
Seperti diketahui, membayar pajak merupakan kewajiban seluruh warga negara yang telah menjadi wajib pajak. Umumnya, penentuan wajib pajak dilakukan dengan pemberian atribut berupa nomor pokok wajib pajak (NPWP).
NPWP diberikan kepada wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif, sesuai dengan ketentuan Undang-undang (UU) tentang perpajakan. Atribut ini tidak akan berubah sekalipun wajib pajak berpindah tempat tinggal atau tempat kedudukan atau mengalami pemindahan tempat terdaftar.
Mengingat pentingnya peran pajak bagi kepentingan banyak orang, maka perlu memperhatikan dasar hukumnya, serta penentuan asas pemungutan pajak yang jelas. Ini dilakukan, agar tercipta keadilan bagi setiap wajib pajak yang ada di Indonesia.
Asas Pemungutan Pajak Indonesia
Di Indonesia, pemungutan pajak didasarkan atas tujuh asas. Penerapan ketujuh asas pemungutan pajak ini tidak dilakukan berbeda secara keseluruhan. Namun, hanya dipecah ke dalam beberapa bagian yang lebih mendetail.
Tujuan penerapan ketujuh asas pemungutan pajak ini, adalah agar dalam rangka menjalankan sistem perpajakan, baik petugas maupun wajib pajak memiliki pegangan yang jelas dalam menjalankan kewajiban dan mendapatkan haknya.
Dilansir dari klikpajak.id, ketujuh asas perpajakan yang berlaku di Indonesia, adalah sebagai berikut:
1. Asas Wilayah
Penerapan asas wilayah dalam pemungutan pajak, artinya pemungutan didasarkan pada lokasi tempat tinggal wajib pajak. Secara sederhana, wajib pajak yang memiliki objek pajak dalam bentuk apapun di wilayah negara Indonesia maka wajib mematuhi peraturan perpajakan yang berlaku.
Asas yang sama juga berlaku bagi warga negara asing, yang memiliki aset atau objek pajak di Indonesia. Dalam kondisi tersebut, warga negara asing yang dimaksud, wajib menaati peraturan perpajakan yang berlaku.
Dalam pelaksanaan pemungutan pajaknya, mungkin terdapat sedikit perbedaan dengan wajib pajak dalam negeri. Namun, pada dasarnya pemberlakuan pengenaan pajak akan dilakukan secara merata.
2. Asas Kebangsaaan
Asas ini mendasarkan pengenaan pajak pada setiap orang yang lahir dan tinggal di Indonesia. Hal yang sama juga berlaku untuk warga negara asing yang telah tinggal atau berada di wilayah negara Indonesia selama lebih dari jangka waktu 12 bulan tanpa pernah sekalipun meninggalkan Indonesia.
Untuk warga negara asing yang memenuhi syarat tersebut, maka setiap penghasilan yang didapatkan akan memiliki tanggung jawab pajak penghasilan (PPh) yang berlaku di Indonesia. Dengan demikian, pengenaan pajak juga akan berlaku secara merata.
3. Asas Sumber
Asas sumber dalam pemungutan pajak, diartikan sebagai pemungutan yang didasarkan atas tempat badan usaha berdiri atau tempat tinggal wajib pajak. Pada dasarnya, pajak yang berlaku di Indonesia adalah pajak untuk orang yang tinggal dan bekerja di Indonesia.
Misalnya, jika seseorang tinggal di Indonesia, namun memiliki penghasilan dari luar negeri, maka akan tetap dikenakan pemungutan pajak berdasarkan aturan yang berlaku di Indonesia.
Ini dilakukan, karena penghasilan yang diterima tersebut tetap digunakan di Indonesia. Namun demikian, pajaknya diberlakukan dengan peraturan sendiri, yakni masuk dalam PPh Pasal 22.
4. Asas Umum
Makna asas umum dalam pemungutan pajak di Indonesia, artinya pemungutan diterapkan pada setiap objek pajak dan wajib pajak secara umum. Dengan perhitungan yang cermat, setiap wajib pajak memiliki besaran kewajiban pajak yang sesuai dengan porsinya.
Asas umum juga berarti bahwa setiap pemungutan yang dilakukan hasilnya akan digunakan untuk kepentingan umum. Wujudnya beragam, seperti jalan raya, pembangunan sarana transportasi, serta fasilitas umum lainnya.
5. Asas Yuridis
Asas ini berarti, bahwa pemungutan pajak di Indonesia memiliki hukum yang jelas
Dasar pemberlakuan asas yuridis di Indonesia adalah Pasal 23 Ayat 2 UU Dasar 1945, yang berbunyi "Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang".
Dasar hukum ini kemudian juga didukung dengan beberapa regulasi lain mengenai pemungutan pajak di Indonesia, antara lain:
- UU Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
- UU Nomor 19 Tahun 2000 tentang Aturan dan Prosedur Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
- UU Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
- UU Nomor 14 Tahun 2002 Pengadilan Pajak yang Berlaku di Indonesia
- UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
- UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
- UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah
- UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
6. Asas Ekonomis
Asas ekonomis ini, diartikan bahwa pemungutan pajak idealnya dapat meningkatkan perekonomian negara dan masyarakat secara umum. Pemungutan pajak yang dilakukan pemerintah tidak boleh memberatkan masyarakat, yang justru membuat ekonomi secara umum merosot.
Hal ini berkaitan dengan pemanfaatan sebesar-besarnya hasil pendapatan pajak untuk kepentingan bersama.
7. Asas Finansial
Asas finansial dalam pemungutan pajak memiliki arti, bahwa setiap wajib pajak akan dikenakan pajak berdasarkan kondisi finansial yang bersangkutan. Artinya, golongan masyarakat yang memiliki pendapatan rendah dikenakan tarif pajak yang lebih rendah dibandingkan masyarakat yang memiliki pendapatan lebih tinggi.
Misalnya, seseorang yang memiliki pendapatan sebesar Rp 5 juta, tentu akan dikenakan beban pajak yang lebih rendah dibandingkan orang yang memiliki pendapatan Rp 100 juta.
Selain ketujuh asas yang telah dijelaskan, Indonesia juga memiliki asas lain dalam pemungutan pajak, yakni asas kenyamanan (convinience). Artinya, pajak dipungut saat wajib pajak berada dalam kondisi baik dan memiliki kemampuan membayar pajak, atau tidak sedang dalam kesulitan.
Itu sebabnya, dalam kondisi bencana, pemerintah dapat memberlakukan kebijakan pembebasan pajak, atau penundaan pelaporan pajak. Selain itu, ada beberapa tambahan penghasilan yang dipungut saat kondisi wajib pajak tidak sedang kesulitan.
Misalnya, Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM), salah satu program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, di mana pajak dipungut saat iuran (taxable income now).
Sebab, ketika dana simpanan ditarik artinya wajib pajak sedang dalam kondisi sakit, mengalami kecelakaan kerja, atau kematian. Dalam kondisi tersebut, memungut pajak bukanlah merupakan kebijakan yang empatik. Oleh karena itu, pungutan dilakukan saat iuran, karena ini merupakan kondisi terbaik wajib pajak.
Tujuh asas pemungutan pajak, disertai dengan pemungutan yang memperhatikan kondisi wajib pajak ini, digabungkan dengan sistem self assessment.
Melalui sistem ini, wajib pajak diberikan kepercayaan penuh oleh negara untuk menghitung, membayar atau menyetor serta melaporkan pajak yang menjadi tanggung jawabnya.