Kawasan Berikat, Definisi, Syarat Penetapan dan Aspek Perpajakannya

Dok. Direktorat Jenderal Bea Cukai
Ilustrasi, kawasan berikat.
Penulis: Agung Jatmiko
19/9/2023, 06.00 WIB

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) menawarkan fasilitas kawasan berikat untuk mendorong investasi ke berbagai daerah. Fasilitas ini diberikan kepada pelaku usaha yang berorientasi ekspor.

Mengutip DDTC News, pemberian fasilitas pada akhirnya diharapkan akan berdampak positif pada percepatan pertumbuhan ekonomi daerah dan penciptaan lapangan kerja.

Nah, apa yang dimaksud dengan kawasan berikat, apa saja syarat suatu wilayah ditetapkan sebagai kawasan ekonomi khusus ini, serta seperti apa aspek perpajakan yang berada di dalamnya? Simak ulasan singkat berikut ini.

Ilustrasi, kawasan berikat (Dok. Direktorat Jenderal Bea Cukai)

Definisi Kawasan Berikat

Kawasan Berikat dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah dengan batasan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean. Tujuannya adalah, untuk digunakan sebagai input dalam proses produksi barang ekspor.

Aktivitas dalam kawasan berikat ini meliputi industri pengolahan barang dan bahan baku, kegiatan rancang bangun, rekayasa, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir dan pengepakan. Barang dan bahan baku yang dimaksud bisa dari impor atau berasal dari dalam daerah pabean Indonesia lainnya.

Kawasan khusus ini mulai dikembangkan pada 1972, dengan fokus untuk mendorong ekspor melalui peningkatan daya saing karena efisiensi produksi. Pengusaha dalam Kawasan Berikat diberikan fasilitas kepabeanan dan perpajakan berupa penangguhan bea masuk, pembebasan cukai, dan pembebasan pajak dalam rangka impor (PDRI). Selain itu, fasilitas lain yang diberikan adalah pembebasan PPN, pembebasan PPnBM.

Fasilitas ini diberikan terutama untuk bahan baku, penolong, dan barang modal yang digunakan untuk proses produksi lebih lanjut dalam kawasan yang nantinya akan diekspor.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat terdapat 1.372 kawasan berikat yang ada di seluruh Indonesia. Namun, dari jumlah kawasan berikat tersebut yang sudah ditetapkan menjadi kawasan berikat mandiri hanya sebanyak 119 kawasan.

Syarat Penetapan Kawasan Berikat

Tidak semua kawasan dikategorikan sebagai menjadi kawasan berikat, meski peruntukan kawasan tersebut untuk kepentingan ekspor. Sebab, ada sejumlah syarat khusus yang harus dipenuhi agar suatu kawasan ditetapkan sebagai kawasan berikat.

Syarat khusus terkait dengan penetapan kawasan berikat, antara lain:

1. Melalui keputusan Presiden

Suatu kawasan industri dapat mengantongi izin Penyelenggara Kawasan Berikat (PKB) apabila mendapat persetujuan dari pemerintah dan dikukuhkan melalui Keputusan Presiden.

2. Memenuhi persyaratan perusahaan tertentu

Jenis perusahaan yang dapat diberikan izin PKB adalah perusahaan-perusahaan yang berbadan hukum sebagai berikut:

  • Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
  • Penanaman Modal Asing (PMA), baik sebagian atau keseluruhan sahamnya
  • Non PMA atau PMDN dengan badan hukum Perseroan Terbatas (PT)
  • Koperasi yang memiliki badan hukum
  • Yayasan
Ilustrasi, kawasan berikat. (Dok. PT Kawasan Berikat)

3. Perusahaan yang memenuhi syarat PKB

Untuk bisa mendapatkan izin PKB, suatu perusahaan harus memenuhi beberapa ketentuan, antara lain:

  • Berada di dalam kawasan industri.
  • Jika berada dalam daerah yang tidak memiliki kawasan industri, maka perusahaan tersebut berlokasi di kawasan yang diperlakukan sebagai kawasan industri/kawasan peruntukan industri. Penentuannya merupakan kewenangan Pemerintah Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kotamadya).
  • Telah memiliki kawasan industri sebelum ketentuan mengenai kawasan berikat disahkan.

Aspek Perpajakan dalam Kawasan Berikat

Mengutip online-pajak.com, perlakuan perpajakan dalam kawasan berikat memiliki landasan hukum PMK Nomor 255/PMK.04/2011 yang merupakan PMK perubahan atas PMK Nomor 147/PMK.04/2011. PMK ini mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2015.

Pada kawasan berikat, PPN dan PPnBM tidak dikenakan pada beberapa aktivitas pemasukan, antara lain:

  1. Pemasukan barang dari dalam daerah pabean ke kawasan berikat untuk diolah.
  2. Pemasukan barang hasil produksi kawasan berikat, yang bersifat kerja subkontrak dari kawasan berikat lain atau perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat.
  3. Pemasukan kembali mesin atau moulding, dengan sifat peminjaman dari kawasan berikat lain atau dari perusahaan lain yang masih di dalam lingkup daerah pabean.
  4. Pemasukan hasil produksi kawasan berikat lain atau perusahaan lain yang masih di dalam lingkup daerah pabean, yang menggunakan bahan baku yang berasal dari dalam daerah pabean untuk kemudian diolah dalam kawasan berikat.
  5. Pemasukan hasil produksi dari kawasan berikat lain atau perusahaan lain yang masih di dalam lingkup daerah pabean, dengan menggunakan bahan baku dari tempat lain dalam daerah pabean, yang kemudian digabungkan dengan barang hasil produksi kawasan berikat untuk diekspor.
  6. Pemasukan pengemas dan alat bantu pengemas dari tempat lain dalam daerah pabean ke kawasan berikat, yang kemudian menjadi satu dengan hasil produksi di kawasan berikat.
Ilustrasi, kawasan berikat. (Dok. PT Kawasan Berikat)

Adapun, untuk aktivitas pengeluaran pada kawasan berikat, PPN dan PPnBM tidak dikenakan pada empat aktivitas, yakni sebagai berikut:

  • Pengeluaran hasil produk kawasan berikat yang menggunakan bahan baku dari tempat lain dalam daerah pabean dan dikirim ke kawasan berikat lain.
  • Pengeluaran atas bahan baku dan bahan penolong, moulding dan/atau mesin, dengan sifat pekerjaan subkontrak dari suatu kawasan berikat ke kawasan berikat lain atau ke perusahaan industri di tempat lain di dalam daerah pabean.
  • Pengeluaran atas batang yang rusak atau apkir, yang berasal dari tempat lain di dalam daerah pabean, yang tidak diproses di kawasan berikat lain. PPN dan PPnBM tidak dikenakan sepanjang barang tersebut dikembalikan ke perusahaan tempat asal barang.
  • Pengeluaran atas mesin atau moulding, yang dipinjamkan ke perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean dan kawasan berikat lain. PPN dan PPnBM tidak dikenakan sepanjang barang hasil produksi akhirnya diserahkan ke pemberi pinjaman di kawasan berikat asal.