PPh Pasal 25 adalah salah satu jenis pajak yang dibayarkan secara angsuran oleh para wajib pajak. Dalam konteks ini, pembayaran dilakukan secara berkala untuk mengurangi beban pajak yang harus dibayar dalam satu tahun pajak.
PPh Pasal 25 dikenakan pada penghasilan yang diterima oleh wajib pajak yang bukan merupakan penerima penghasilan tetap atau penghasilan lain yang dipotong pajak pada sumbernya.
Dalam prakteknya, wajib pajak harus memastikan bahwa pelaporan PPh Pasal 25 dilakukan dengan benar dan tepat waktu sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk memastikan kepatuhan pajak yang baik dan menghindari sanksi yang mungkin timbul akibat keterlambatan atau kesalahan pelaporan.
Pengertian PPh Pasal 25
PPh Pasal 25 adalah jenis pajak yang dibayar secara angsuran dengan tujuan untuk membantu meringankan beban pajak bagi wajib pajak, mengingat bahwa pajak yang harus dibayarkan dalam satu tahun dapat menjadi beban yang berat.
Pembayarannya harus dilakukan oleh wajib pajak sendiri dan tidak dapat diwakilkan. Keterlambatan dalam pembayaran atau pelaporan dapat mengakibatkan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
PPh Pasal 25 mengatur tentang cara wajib pajak mengangsur kewajiban pajaknya di muka, sehingga mereka tidak harus membayar seluruh jumlah pajak secara sekaligus saat batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan atau SPT PPh. Kewajiban pembayaran angsuran ini timbul ketika wajib pajak memiliki utang pajak penghasilan yang belum dibayar sepenuhnya pada SPT PPh.
Dalam konteks pembayaran pajak, tidak semua wajib pajak mampu membayar pajak secara penuh dan seketika. Oleh karena itu, angsuran dan cicilan pajak dapat dilakukan dengan mengikuti mekanisme PPh Pasal 25.
Perbedaan utama PPh Pasal 25 dengan jenis pajak penghasilan lainnya, adalah bahwa jenis pajak ini memiliki kategori dan cara penghitungan yang khusus.
PPh Pasal 25 dapat dibayarkan secara angsuran setiap bulan dalam satu tahun, dengan maksud untuk meringankan beban pajak bagi wajib pajak, mengingat bahwa pajak yang terutang harus dilunasi.
Tarif PPh Pasal 25
Sebenarnya, istilah "tarif" tidak diterapkan dalam PPh Pasal 25, sebab bukanlah penerapan pajak pada objek pajak tertentu, melainkan merupakan sebutan untuk angsuran pembayaran pajak penghasilan yang terutang.
Secara singkat, PPh Pasal 25 merupakan pembayaran angsuran dari total pajak penghasilan yang terutang, yang sebenarnya disebut sebagai PPh Pasal 29. Rumusnya, total PPh terutang (PPh Pasal 29) dibagi dengan jumlah bulan dalam setahun (12 bulan), menghasilkan jumlah angsuran pembayaran pajak.
Jadi, untuk mengetahui besarnya PPh terutang yang perlu dibayarkan setiap bulan, dapat digunakan cara menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP) dikalikan dengan tarif PPh yang berlaku, kemudian hasilnya dibagi 12 bulan.
Dengan demikian, akan diperoleh jumlah cicilan PPh terutang yang harus dibayarkan setiap bulannya, yang juga dikenal sebagai pembayaran angsuran PPh Pasal 25.
Walaupun demikian, kadang-kadang pemerintah memberikan insentif pajak berupa pengurangan jumlah angsuran pembayaran pajak penghasilan yang terutang, yang dikenal sebagai insentif PPh 25.
Tarif PPh Pasal 25 untuk wajib pajak pribadi, pengusaha, atau badan tertentu adalah sebesar 0,75% dari total peredaran bruto setiap bulannya dari masing-masing tempat usaha. Pajak ini bersifat final dan dapat diakui sebagai kredit pajak pada akhir tahun pajak.
Terdapat dua jenis pembayaran angsuran PPh Pasal 25. Pertama, untuk wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu atau WP -OPPT, yakni mereka yang menjalankan usaha penjualan barang baik grosir maupun eceran, serta jasa, dengan satu atau lebih tempat usaha. Tarif PPh 25 untuk OPPT adalah 0,75% dari omzet bulanan tiap tempat usaha.
Pembayaran PPh Pasal 25 untuk wajib pajak orang pribadi selain pengusaha tertentu atau WP-OPSPT, seperti pekerja lepas atau karyawan yang tidak memiliki usaha sendiri, dihitung dengan rumus Penghasilan Kena Pajak (PKP) x tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh (12 bulan).
Adapun, tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh adalah sebagai berikut:
- Hingga Rp 60.000.000 = 5%
- Rp 60.000.000 – Rp 250.000.000 = 15%
- Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000 = 25%
- Rp 500.000.000 – Rp 5.000.000.000 = 30%
- Di atas Rp 5 miliar = 35%
Kedua, untuk wajib pajak badan, pembayaran angsuran PPh 25 dihitung dengan cara: Penghasilan Kena Pajak (PKP) x 25% (tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh).
Tata Cara Pelaporan PPh Pasal 25
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun pajak berjalan, yakni tahun setelah tahun yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh dihitung dengan mengurangkan jumlah PPh yang terutang pada tahun sebelumnya dengan cara sebagai berikut:
- PPh yang dipotong sesuai dengan Pasal 21 (sesuai dengan tarif Pasal 17 ayat (1) bagi pemilik NPWP, ditambah 20% untuk yang tidak memiliki NPWP) dan Pasal 23 (15% untuk dividen, bunga, royalti, dan hadiah, serta 2% untuk sewa, penghasilan lain, dan imbalan jasa), serta PPh yang dipungut sesuai dengan Pasal 22 (pungutan 100% untuk yang tidak memiliki NPWP).
- PPh yang dibayarkan atau terutang di luar negeri yang dapat diakui sebagai kredit sesuai dengan Pasal 24; kemudian dibagi dengan 12 atau jumlah bulan dalam satu tahun pajak.
- Saat melaporkan, wajib pajak akan diminta untuk memasukkan Kode Jenis Setoran. Untuk pembayaran Masa PPh Pasal 25 Badan yang terutang, Kode Jenis Setoran yang dapat digunakan adalah: 411126-100.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai perhitungan angsuran PPh Pasal 25:
1. Perhitungan PPh Pasal 25 ayat (1)
PPh yang terutang berdasarkan SPT Tahunan dikurangi dengan PPh yang dipotong oleh pemberi kerja (Pasal 21), PPh yang dipungut oleh pihak lain (Pasal 22), PPh yang dipotong oleh pihak lain (Pasal 23), dan kredit PPh dari luar negeri (Pasal 24).
Kemudian, jumlah angsuran pajak dibagi menjadi 12 bulan. Jika penghasilan yang diterima atau diperoleh mencakup periode 6 bulan, besaran angsuran bulanan dibagi 6 bulan.
2. Perhitungan PPh Pasal 25 ayat (2)
Besar angsuran pajak pada bulan-bulan sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan sama dengan angsuran pajak bulan terakhir dari tahun pajak sebelumnya.
3. Perhitungan PPh Pasal 25 ayat (4)
Jika dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak sebelumnya, besar angsuran pajak dihitung ulang berdasarkan surat tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP).
Diperhatikan bahwa besaran angsuran pajak berdasarkan SKP dapat sama, lebih kecil, atau lebih besar daripada angsuran pajak sebelumnya berdasarkan SPT Tahunan.
Dengan demikian, PPh Pasal 25 merupakan kewajiban pembayaran pajak secara angsuran bagi wajib pajak atas penghasilan yang diterima, dengan tarif yang berbeda-beda tergantung pada jenis penghasilan dan status wajib pajak.
Proses pelaporan PPh Pasal 25 melibatkan penghitungan pajak terutang, pengurangan pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak lain, serta penggunaan kredit pajak dari pembayaran pajak di luar negeri, yang semuanya harus dilakukan dengan teliti dan sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.